Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

BIROKRASI


“BIROKRASI”

Makalah
Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Pengantar Ilmu Administrasi Publik” yang diampuh oleh Dra. Nurul Umi Ati, MAP




Oleh :

Nizar Subqi Hamza     (21601091151)




JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
NOPEMBER 2016

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas taufiq, hidayah ‘inayah-Nya, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan walaupun memerlukan waktu yang cukup lama. Selanjutnya shalawat serta salam kami hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat beliau.

Makalah tentang Pengantar Ilmu Administrasi Publik yang berjudul Birokrasi ini, merupakan tugas terstruktur dalam mata kuliah PENGANTAR ILMU ADMINISTRASI PUBLIK yang dibimbing oleh Ibu Dra. Nurul Umi Ati, MAP.

Dalam penulisan ini selain cukup memakan waktu dan tenaga, penulis juga menyadari bahwa penulisan makalah ini dapat terwujud semata-mata disamping pertolongan Allah SWT, juga karena dorongan serta bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada dosen pembimbing Ibu Dra. Nurul Umi Ati, MAP juga kepada kedua orang tua, saudara dan teman-teman yang telah mendukung terwujudnya makalah ini.

Akhirukalam, dengan penuh ikhtiar dan rasa rendah hati, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Namun, penulis berharap kehadiran makalah ini dapat menjadi wacana dan bermanfaat bagi kemajuan di dunia pendidikan. Untuk itu, kritik dan saran yang konstruktif, senantiasa terbuka bagi pembaca untuk upaya perbaikan tulisan ini.

Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
B.     RUMUSAN MASALAH
BAB II PEMBAHASAN
A.     PENGERTIAN BIROKRASI
1.      Pengertian Birokrasi Menurut Para Ahli
B.     FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIROKRASI
a.       Faktor budaya
b.      Faktor individu
c.       Faktor organisasi dan manajemen
d.      Faktor politik
C.     PERAN DAN FUNGSI BIROKRASI DALAM PEMERINTAHAN MODERN
D.  GAMBARAN UMUM BIROKRASI DI INDONESIA SEBELUM ADANYA REFORMASI BIROKRASI
E.     KONSEP BIROKRASI  MENURUT MAX WEBER
BAB III PENUTUP
A.     KESIMPULAN
B.     SARAN
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Birokrasi Menurut Etzioni-Havely (dalam Savirani:2005) birokrasi adalah organisasi hirarkis pemerintah yang ditunjuk untuk menjalankan tugas melayani kepentingan umum. Ciri khas yang melekat dalam tubuh birokrasi adalah bentuk organisasi yang berjenjang, rekrutmen berdasarkan keahlian, dan bersifat impersonal. Birokrasi juga merupakan unit yang secara perlahan mengalami penguatan, independen, dan kuat. Penguasaan berbagai sumber daya oleh birokrasi menjadikan birokrasi menjadi kekuatan besar yang dimiliki oleh negara.

Pada sementara birokrasi adalah sebuah institusi yang mapan dengan segala sumber dayanya, namun pada lain sisi sistem kenegaraan mensyaratkan politik masuk sebagai aktor yang mengepalai birokrasi melalui mekanisme politik formal. Oleh karena itu, birokrasi pemerintah tidak bisa dilepaskan dari kegiatan politik. Pada setiap gugusan masyarakat yang membentuk tata pemerintahan formal, tidak bisa dilepaskan dari aspek politik.

Birokrasi pada gilirannya, mau tidak mau harus rela dikepalai oleh mereka yang umumnya bukan berasal dari kalangan birokrasi. Artinya, kepentingan politik dengan sendirinya akan turut bermain dalam sistem penyelenggaraan pemerintah. Persoalan yang mengemuka adalah mampukah kepala daerah memberikan peluang kepada birokrasi yang dipimpinya dengan arif untuk tetap  mengikuti kaidah demokrasi yang normatif.

Untuk seceara pastinya sangat diperlukan solusi yang baik untuk mengatasi bagaimana caranya memperbaiki birokrasi yang ada di Indonesia, karena setiap negara yang baik juga memiliki kondisi birokrasi yang baik dan stabil. Oleh karena itu makalah ini akan membahas bagaimana pelaksanaan birokrasi di Indonesia. Dan sudah bisa dianggap efisien atau belum jika dibandingkan dengan karakteristik birokrasi Max Weber.

B.       RUMUSAN MASALAH

  1. Apakah yang dimaksud dengan pengertian birokrasi?
  2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi birokrasi?
  3. Apa saja peran dan fungsi birokrasi dalam pemerintahan modern?
  4. Bagaimana birokrasi Indonesia sebelum adanya reformasi birokrasi?
  5. Bagaimana konsep birokrasi menurut Max Weber?

BAB II
PEMBAHASAN

A.     PENGERTIAN BIROKRASI

Birokrasi adalah identitas penting suatu negara. Apa yang dimaksud dengan birokrasi? Secara etimologis, birokrasi berasal dari kata Biro (meja) dan Kratein (pemerintahan), yang jika disintesakan berarti pemerintahan Meja. Tentu agak 'lucu' pengertian seperti ini, tetapi memang demikianlah hakikat birokrasi oleh sebab lembaga inilah tampak kaku yang dikuasai oleh orang-orang di belakang meja. Mengapa demikian ?

Di dalam pendekatan institusional (kelembagaan), khususnya di dalam skema, tercantum 'lalu-lintas' administrasi negara dari eksekutif 'turun' ke Kebijakan Administrasi, lalu ke Administrasi dan yang terakhir ke pemilih. Artinya, setiap kebijakan setiap kebijakan negara yang yang diselenggarakan pihak eksekutif diterjemahkan ke dalam bentuk kebijakan administrasi negara, di mana pelaksanaan dari administrasi tersebut dilakukan oleh lembaga birokrasi. Kita mungkin mengenal badan-badan seperti Departemen, Kanwil, Kantor Kelurahan, Kantor Samsat, di mana kantor-kantor tersebut semua merupakan badan-badan birokrasi negara yang mengimplementasikan kebijakan negara dan bersifat langsung berhubungan dengan masyarakat. 

Michael G. Roskin, et al., menyebut pengertian birokrasi. Bagi mereka birokrasi adalah "setiap organisasi yang berskala besar yang terdiri atas para pejabat yang diangkat, di mana fungsi utamanya adalah untuk melaksanakan (to implement) kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh para pengambil keputusan (decision makers). Idealnya, birokrasi merupakan suatu sistem rasional atau struktur yang terorganisir yang dirancang sedemikian rupa guna memungkinkan adanya pelaksanaan kebijakan publik yang efektif dan efisien.

Birokrasi juga dioperasikan oleh serangkaian aturan serta prosedur yang bersifat tetap. Terdapat rantai komando berupa hirarki kewenangan di mana tanggung jawab setiap bagian-bagiannya 'mengalir' dari 'atas' ke 'bawah.

Selain itu, birokrasi juga disebut sebagai badan yang menyelenggarakan Civil Service (pelayanan publik). Birokrasi terdiri dari orang-orang yang diangkat oleh eksekutif, dan posisi mereka ini 'datang dan pergi.' Artinya, mereka-mereka duduk di dalam birokrasi kadang dikeluarkan atau tetap dipertahankan berdasarkan prestasi kerja mereka. Seorang pegawai birokrasi yang malas biasanya akan mendapat teguran dari atasan, yang jika teguran ini tidak digubris, ia kemungkinan besar akan diberhentikan dari posisinya. Namun, jika seorang pegawai menunjukkan prestasi kerja yang memuaskan, ada kemungkinan ia akan dipromosikan untuk mendapat posisi yang lebih tinggi (tentunya dengan gaji dan kewenangan yang lebih besar pula).

1.      Pengertian Birokrasi Menurut Para Ahli
a.    Max Weber
Weber menulis banyak sekali tentang kedudukan pejabat dalam masyarakat modern. Baginya kedudukan pejabat merupakan tipe penanan sosial yang makin penting. Ciri-ciri yang berbeda dari peranan ini ialah: pertama, seseorang memiliki tugas-tugas khusus untuk dilakukan. Kedua, bahwa fasilitas dan sumber-sumber yang diperlukan untuk memenuhi tugas-tugas itu diberikan oleh orang orang lain, bukan oleh pemegang peranan itu. Dalam hal ini, pejabat memiki posisi yang sama dengan pekerja pabrik, sedang Weber secara modern mengartikannya sebagai individu dari alat-alat produksi. Tetapi pejabat memiliki ciri yang membedakannya dengan pekerja: ia memiliki otoritas. Karena pejabat memiliki otoritas dan pada saat yang sama inilah sumbangannya, ia berlaku hampir tanpa penjelasan bahwa suatu jabatan tercakup dalam administrasi (setiap bentuk otoritas mengekspresikan dirinya sendiri dan fungsinya sebagai administrasi). Bagi Weber membicarakan pejabat-pejabat administrasi adalah bertele-tele. Meskipun demikian konsep tersebut muncul pertama kalinya. Perwira Tentara, Pendeta, Manajer Pabrik semuanya adalah pejabat yang menghabiskan waktunya untuk menginterpretasikan dan memindahkan instruksi tertulis. Ciri pokok pejabat birokrasi adalah orang yang diangkat, bukan dipilih. Dengan menyatakan hal ini Weber telah hampir sampai pada definisi umumnya yang dikenakan terhadap birokrasi. Weber memandang Birokrasi sebagai birokrasi rasional atau ideal sebagai unsur pokok dalam rasionalisasi dunia modern, yang baginya jauh lebih penting dari seluruh proses sosial (Sarundajang, 2003).

b.    Farel Heady (1989)
Birokrasi adalah struktur tertentu yang memiliki karakteristik tertentu: hierarki, diferensiasi dan kualifikasi atau kompetensi. Hierarkhi bekaitan dengan struktur jabatan yang mengakibatkan perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi. Diferensisasi yang dimaksud adalah perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi birokrasi dalam mencapai tujuan. Sedangkan kualifikasi atau kompetensi maksudnya adalah seorang birokrat hendaknya orang yang memiliki kualifikasi atau kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya secara profesional. Dalam hal ini seorang birokrat bukanlah orang yang tidak tahu menahu tentang tugas dan wewenangnya, melainkan orang yang sangat profesional dalam menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut.

c.    Hegel
Birokrasi adalah institusi yang menduduki posisi organiik yang netral di dalam struktur sosial dan berfungsi sebagai penghubung antara negara yang memanifestasikan kepentingan umum, dan masyarakat sipil yang mewakili kepentingan khusus dalam masyarakat. Hegel melihat, bahwa birokrasi merupakan jembatan yang dibuat untuk menghubungkan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan negara yang dalam saat-saat tertentu berbeda. Oleh sebab itu peran birokrasi menjadi sangat strategis dalam rangka menyatukan persepsi dan perspektif antara negara (pemerintah) dan masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan.

d.    Karl Marx
Birokrasi adalah Organisasi yang bersifat Parasitik dan Eksploitatif. Birokrasi merupakan Instrumen bagi kelas yang berkuasa untuk mengekploitasi kelas sosial yang lain (yang dikuasai). Birokrasi berfungsi untuk mempertahankan privilage dan status quo bagi kepentingan kelas kapitalis. Dalam pandangan Marx yang berbeda dengan Hegel, birokrasi merupakan sistem yang diciptakan oleh kalangan atas (the have) untuk memperdayai kalangan bawah (the have not)demi mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Dalam hal ini birokrasi menjadi kambing hitam bagi kesalahan penguasa terhadap rakyatnya. Segenap kesalahan penguasa akhirnya tertumpu pada birokrasi yang sebenarnya hanya menjadi alat saja.

e.    Blau dan Meyer
Birokrasi adalah sesuatu yang penuh dengan kekakuan (inflexibility) dan kemandegan struktural(structural static), tata cara yang berlebihan (ritualism) dan penyimpangan sasaran (pervesion goals), sifat pengabaian (alienation) serta otomatis (automatism) dan menutup diri terhadap perbedaan pendapat (constrain of dissent). Dengan demikian Blau dan Meyer melihat bahwa birokrasi adalah sesuatu yang negatif yang hanya akan menjadi masalah bagi masyarakat.

f.     Yahya Muhaimin
Birokrasi adalah Keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah (untuk memberikan pelayanan publik) dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu.

g.    Almond and Powell (1966)
Birokrasi adalah The Governmental Bureaucracy is a group of formally organized offices and duties, lnked in a complex grading subordinates to the formal roler maker (Birokrasi Pemerintahan adalah sekumpulan tugas dan jabatan yang terorganisir secara formal berkaitan dengan jenjang yang kompleks dan tunduk pada pembuat peran formal).

B.     FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIROKRASI

a.       Faktor budaya
  • Budaya dan perilaku koruptif yang sudah terlembaga (“uang administrasi” atau uang “pelicin”)
  • Budaya “sungkan dan tidak enak” dari sisi masyarakat
  • Masyarakat harus menanggung biaya ganda karena zero sum game
  • Internalisasi budaya dalam mekanisme informal yang profesional
b.      Faktor individu
  • Perilaku individu sangat bersifat unik dan tergantung pada mentalitas dan moralitas
  • Perilaku individu juga terkait dengan kesempatan yang dimiliki seseorang yang memiliki jabatan dan otoritas
  • Perilaku opportunistik hidup subur dalam sebuah sistem yang korup
  • Individu yang jujur seringkali dianggap menyimpang dan tidak mendapat tempat
c.       Faktor organisasi dan manajemen
  • Meliputi struktur, proses, leadership, kepegawaian dan hubungan antara pemerintah dan masyarakat
  • Struktur birokrasi masih bersifat hirarkis sentralistis dan tidak terdesentralisasi
  • Proses Birokrasi seringkali belum memiliki dan tidak melaksanakan prinsip-prinsip efisiensi, transparansi, efektivitas dan keadilan
  • Birokrasi juga sangat ditentukan oleh peran kepemimpinan yang kredibel
  • Dalam aspek kepegawaian, Birokrasi dipengaruhi oleh rendahnya gaji, proses rekrutmen yang belum memadai, dan kompetensi yang rendah.
  • Hubungan masyarakat dan pemerintah dalam Birokrasi belum setara; pengaduan dan partisipasi masyarakat masih belum memiliki tempat (citizen charter)
d.      Faktor politik
  • Ketidaksetaraan sistem birokrasi dengan sistem politik dan sistem hukum
  • Birokrasi menjadi “Geld Automaten” bagi partai politik
  • Kooptasi pengangkatan jabatan birokrasi oleh partai politik

C. PERAN DAN FUNGSI BIROKRASI DALAM PEMERINTAHAN MODERN

Michael G. Roskin, et al. menyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 4 fungsi birokrasi di dalam suatu pemerintahan modern. Fungs-fungsi tersebut adalah :

1.      Administrasi
Fungsi administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi, pelayanan, pengaturan, perizinan, dan pengumpul informasi. Dengan fungsi administrasi dimaksudkan bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah mengimplementasikan undang-undang yang telah disusun oleh legislatif serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif. Dengan demikian, administrasi berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu negara, di mana kebijakan umum itu sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna mencapai tujuan negara secara keseluruhan.

2.      Pelayanan
Birokrasi sessungguhnya diarahkan untuk melayani masyarakat atau kelompok-kelompok khusus. Badan metereologi dan Geofisika (BMG) di Indonesia merupakan contoh yang bagus untuk hal ini, di mana badan tersebut ditujukan demi melayani kepentingan masyarakat yang akan melakukan perjalanan atau mengungsikan diri dari kemungkinan bencana alam. Untuk batas-batas tertentu, beberapa korporasi negara seperti PJKA atau Jawatan POS dan Telekomunikasi juga menjalankan fungsi public service ini.

3.      Pengaturan (regulation)
Fungsi pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi mengamankan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini, badan birokrasi biasanya dihadapkan anatara dua pilihan: Kepentingan individu versus kepentingan masyarakat banyak. Badan birokrasi negara biasanya diperhadapkan pada dua pilihan ini.

4.      Pengumpul Informasi (Information Gathering)
Informasi dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: Apakah suatu kebijaksanaan mengalami sejumlah pelanggaran atau keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru yang akan disusun oleh pemerintah berdasarkan situasi faktual. Badan birokrasi, oleh sebab itu menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu menyediakan data-data sehubungan dengan dua hal tersebut. Misalnya, pemungutan uang yang tidak semestinya (pungli) ketika masyarakat membuat SIM atau STNK tentunya mengalami pembengkakan. Pungli tersebut merupakan pelanggaran atas idealisme administrasi negara, oleh sebab itu harus ditindak. Dengan ditemukannya bukti pungli, pemerintah akan membuat prosedur baru untuk pembuatan SIM dan STNK agar tidak memberi ruang bagi kesempatan melakukan pungli.

Selain Roskin, et.al., Andrew Heywood juga mengutarakan sejumlah fungsi yang melekat pada birokrasi. Bagi Heywood, fungsi dari birokrasi adalah:

1.    Pelaksanaan Administrasi.
Fungsi ini serupa dengan yang diutarakan Roskin, et.al, bahwa fungsi utama birokrasi adalah mengimplementasikan atau mengeksekusi undang-undang dan kebijakan negara. Sehubungan dengan fungsi ini, Heywood membedakan 2 peran di tubuh pemerintah. Pertama, peran pembuatan kebijakan dalam mana peran ini ada di tangan politisi. Kedua, peran pelaksanaan kebijakan dalam mana peran ini ada di tangan birokrat. Sebab itu, kerap disebut bahwa suatu rezim pemerintahan disebut dengan “administrasi.” Misalnya administrasi Gus Dur, administrasi Sukarno, administrasi SBY, atau administrasi Barack Obama. Ini akibat kenyataan, suatu kebijakan baru akan “terasa” jika telah dilaksanakan. Fungsi administrasi, oleh karena itu, merupakan fungsi sentral dari birokrasi negara.

2.    Nasehat Kebijakan (Policy Advice)
Birokrasi menempati peran sentral dalam pemberian nasehat kebijakan kepada pemerintah. Ini akibat birokrasi merupakan lini terdepan dalam implementasi suatu kebijakan, mereka adalah pelaksananya. Sebab itu, masalah dalam suatu kebijakan informasinya secara otomatis akan terkumpul di birokrasi-birokrasi. Heywood membedakan 3 kategori birokrat yaitu (1) top level civil servants, (2) middle-rangking civil servants, dan (3) junior-ranking civil servants. Top Level Civil Servant banyak melakukan kontak dengan politisi, sementara middle dan junior civil servants lebih pada pekerjaan-pekerjaan rutin di “lapangan.” Top Level Civil Servants dapat bertindak selaku penasehat kebijakan bagi para politisi, dalam mana informasi pelaksanaan kebijakan mereka peroleh dari middle dan junior civil servants.

3.    Artikulasi Kepentingan
Kendati bukan fungsi utamanya guna mengartikulasi kepentingan (ini fungsi partai politik), tetapi birokrasi kerap mendukung upaya artikulasi dan agregasi kepentingan. Dalam tindak keseharian mereka, birokrasi banyak melakukan kontak dengan kelompok-kelompok kepentingan di suatu negara. Ini membangkitkan kecenderungan “korporatis” dalam mana terjadi kekaburan antara kepentingan-kepentingan yang terorganisir dengan kantor-kantor pemerintah (birokrasi). Kelompok-kelompok kepentingan seperti perkumpulan dokter, guru, petani, dan bisnis kemudian menjadi “kelompok klien” yang dilayani oleh birokrasi negara. Pada satu ini “klientelisme” ini positif dalam arti birokrasi secara dekat mampu mengartikulasikan kepentingan kelompok-kelompok tersebut yang notabene adalah “rakyat” yang harus dilayani. Namun, pada sisi lain “klientelisme” ini berefek negatif, utamanya ketika birokrasi berhadapan dengan kepentingan-kepentingan bisnis besar seperti Bakri Group (ingat kasus Lapindo), kelompok-kelompok percetakan dalam kasus Ujian Nasional di Indonesia, dalam mana keputusan pemerintah “berbias” kepentingan kelompok-kelompok tersebut.

4.    Stabilitas Politik
Birokrasi berperan sebagai stabilitator politik dalam arti fokus kerja mereka adalah stabilitas dan kontinuitas sistem politik. Peran ini utamanya kentara di negara-negara berkembang dalam mana pelembagaan politik demokrasi mereka masih kurang handal.

D.GAMBARAN UMUM BIROKRASI DI INDONESIA SEBELUM ADANYA REFORMASI BIROKRASI

Birokrasi di Indonesia menurut Karl D Jackson merupakan bureaucratic polity. Model ini merupakan birokrasi dimana negara menjadi akumulasi dari kekuasaan dan menyingkirkan peran masyarakat dari politik dan pemerintahan. Ada pula yang berpendapat bahwa birokrasi di Indonesia merupakan birokrasi Parkinson dan Orwel. Hal ini disampaikan oleh Hans Dieter Evers. Birokrasi Parkinson merujuk pada pertumbuhan jumlah anggota serta pemekaran struktural dalam birokrasi yang tidak terkendali. Birokrasi Orwel merujuk pada pola birokratisasi yang merupakan proses perluasan kekuasaan pemerintah yang dimaksudkan sebagai pengontrol kegiatan ekonomi, politik dan sosial dengan menggunakan regulasi yang bila perlu ada suatu pemaksaan.

Dari model yang diutarakan di atas dapat dikatakan bahwa birokrasi yang berkembang di Indonesia pada masa Orde Baru adalah birokrasi yang berbelit-belit, tidak efisien dan mempunyai pegawai birokrat yang makin membengkak. Keadaan ini pula yang menyebabkan timbulnya penyimpangan-penyimpangan berikut, seperti :
  1. Maraknya tindak KKN.
  2. Tingginya keterlibatan birokrasi dalam partai politik sehingga pelayanan terhadap masyarakat tidak maksimal.
  3. Pelayanan publik yang diskriminatif.
  4. Penyalahgunaan wewenang.
  5. Pengaburan antara pejabat karir dan non-karir.

E.     KONSEP BIROKRASI  MENURUT MAX WEBER

Birokrasi sebagai suatu sistem organisasi formal dimunculkan pertama kali oleh Max Weber pada tahun 1947, menurutnya birokrasi merupakan tipe ideal bagi semua organisasi formal. Ciri organisasi yang mengikuti sistem birokrasi ini ciri cirinya adalah pembagian kerja dan spesialisasi, orientasi impersonal, kekuasaan hirarkis, peraturan-peraturan, karir yang panjang, dan efisiensi. Cita-cita utama dari sistem birokrasi adalah mencapai efisiensi kerja yang seoptimal mungkin. Menurut Weber organisasi birokrasi dapat digunakan sebagai pendekatan efektif untuk mengontrol pekerjaan manusia sehingga sampai pada sasarannya, karena organisasi birokrasi punya struktur yang jelas tentang kekuasaan clan orang yang punya kekuasaan mempunyai pengaruh sehingga dapat memberi perintah untuk mendistribusikan tugas kepada orang lain (Robert Denhard).
Ciri-ciri birokrasi (Max Weber) :
  1. Jabatan administratif yang terorganisasi/tersusun secara hirarkis.
  2. Setiap jabatan mempunyai wilayah kompetensinya sendiri.
  3. Pegawai negeri ditentukan, tidak dipilih, berdasarkan pada kualifikasi teknik yang ditunjukan dengan ijazah atau ujian.
  4. Pegawai negeri menerima gaji tetap sesuai dengan pangkat atau kedudukannya.
Konsep birokrasi di atas dapat dikaitkan dengan 4 (empat) fungsi yang diemban sebuah birokrasi negara, yaitu:
  1. Fungsi instrumental.
  2. Fungsi politik
  3. Fungsi katalis public interest
  4. Fungsi entrepreneurial

Menurut Weber (1948), organisasi birokrasi yang ideal menyertakan delapan karakteristik struktural.
1.Aturan-aturan yang disahkan, regulasi, dan prosedur yang distandarkan dan arah tindakan anggota organisasi dalam pencapaian tugas organisasi. Weber menggambarkan pengembangan rangkaian kaidah dan panduan spesifik untuk merencanakan tugas dan aktivitas organisasi.

2.Spesialisasi peran anggota organisasi memberikan peluang kepada divisi pekerja untuk menyederhanakan aktivitas pekerja dalam menyelesaikan tugas yang rumit. Dengan memecah tugas-tugas yang rumit ke dalam aktivitas khusus tersebut, maka produktivitas pekerja dapat ditingkatkan.

3. Hirarki otoritas organisasi formal dan legitimasi peran kekuasaan anggota organisasi didasarkan pada keahlian pemegang jabatan secara individu, membantu mengarahkan hubungan intra personal di antara anggota organisasi guna menyelesaikan tugas-tugas organisasi.

4. Pekerjaan personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik yang mereka miliki dan kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka. Para manajer harus mengevaluasi persyaratan pelamar kerja secara logis, dan individu yang berkualitas dapat diberikan kesempatan untuk melakukan tugasnya demi perusahaan.

5. Mampu tukar personil dalam peran organisasi yang bertanggung jawab memungkinkan aktivitas organisasi dapat diselesaikan oleh individu yang berbeda.  Mampu tukar ini menekankan pentingnya tugas organisasi yang relatif untuk dibandingkan dengan anggota organisasi tertentu yang melaksanakan tugasnya-tugasnya.

6. Impersonality dan profesionalisme dalam hubungan intra personil di antara anggota organisasi mengarahkan individu ke dalam kinerja tugas organisasi. Menurut prinsipnya, anggota organisasi harus berkonsentrasi pada tujuan organisasi dan mengutamakan tujuan dan kebutuhan sendiri. Sekali lagi, ini menekankan prioritas yang tinggi dari tugas-tugas organisasi di dalam perbandingannya dengan prioritas yang rendah dari anggota organisasi individu.

7. Uraian tugas yang terperinci harus diberikan kepada semua anggota organisasi sebagai garis besar tugas formal dan tanggung jawab kerjanya. Pekerja harus mempunyai pemahaman yang jelas tentang keinginan perusahaan dari kinerja yang mereka lakukan.

8. Rasionalitas dan predictability dalam aktivitas 
organisasi dan pencapaian tujuan organisasi membantu meningkatkan stabilitas perusahaan. Menurut prinsip dasarnya, organisasi harus dijalankan dengan kaidah dan panduan pemangkasan yang logis dan bisa diprediksikan.

Weber terkenal dengan konsepsinya mengenai tipe ideal (ideal typhus) bagi sebuah otoritas legal dapat diselenggarakan, yaitu :
  1. Tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan yang berkesinambungan;
  2. Tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang yang berbeda sesuai dengan fungsi-fungsinya, yang masing-masing dilengkapi dengan syarat otoritas dan sanksi-sanksi;
  3. Jabatan-jabatan tersusun secara hirarkis, yang disertai dengan rincian hak-hak kontrol dan pengaduan (complaint);
  4. Aturan-aturan yang sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik secara teknis maupun secara legal. Dalam kedua kasus tersebut, manusia yang terlatih menjadi diperlukan;
  5. Anggota sebagai sumber daya organisasi berbeda dengan anggota sebagai individu pribadi;
  6. Pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya;
  7. Administrasi didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis dan hal ini cenderung menjadikan kantor (biro) sebagai pusat organisasi modern; dan
  8. Sistem-sistem otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk, tetapi dilihat pada bentuk aslinya, sistem tersebut tetap berada dalam suatu staf administrasi birokratik.

Bagi Weber, perlu dilakukan pembatasan atas setiap kekuasaan yang ada di dalam birokrasi, yang meliputi point-point berikut :

1.  Kolegialitas.
Kolegialitas adalah suatu prinsip pelibatan orang lain dalam pengambilan suatu keputusan. Weber mengakui bahwa dalam birokrasi, satu atasan mengambil satu keputusan sendiri. Namun, prinsip kolegialitas dapat saja diterapkan guna mencegah korupsi kekuasaan.

2.  Pemisahan Kekuasaan.
Pemisahan kekuasaan berarti pembagian tanggung jawab terhadap fungsi yang sama antara dua badan atau lebih. Misalnya, untuk menyepakati anggaran negara, perlu keputusan bersama antara badan DPR dan Presiden. Pemisahan kekuasaan, menurut Weber, tidaklah stabil tetapi dapat membatasi akumulasi kekuasaan.

3.  Administrasi Amatir.
Administrasi amatir dibutuhkan tatkala pemerintah tidak mampu membayar orang-orang untuk mengerjakan tugas birokrasi, dapat saja direkrut warganegara yang dapat melaksanakan tugas tersebut. Misalnya, tatkala KPU (birokrasi negara Indonesia) “kerepotan” menghitung surat suara bagi tiap TPS, ibu-ibu rumah tangga diberi kesempatan menghitung dan diberi honor. Tentu saja, pejabat KPU ada yang mendampingi selama pelaksanaan tugas tersebut.

4.  Demokrasi Langsung.
Demokrasi langsung berguna dalam membuat orang bertanggung jawab kepada suatu majelis. Misalnya, Gubernur Bank Indonesia, meski merupakan prerogatif Presiden guna mengangkatnya, terlebih dahulu harus di-fit and proper-test oleh DPR. Ini berguna agar Gubernur BI yang diangkat merasa bertanggung jawab kepada rakyat secara keseluruhan.

5.  Representasi.
Representasi didasarkan pengertian seorang pejabat yang diangkat mewakili para pemilihnya. Dalam kinerja birokrasi, partai-partai politik dapat diandalkan dalam mengawasi kinerja pejabat dan staf birokrasi. Ini akibat pengertian tak langsung bahwa anggota DPR dari partai politik mewakili rakyat pemilih mereka.

Hingga kini, pengertian orang mengenai birokrasi sangat dipengaruhi oleh pandangan-pandangan Max Weber di atas. Dengan modifikasi dan penolakan di sana-sini atas pandangan Weber, analisis birokrasi mereka lakukan.

Max Weber, Sosiolog Jerman abad 19 ini, mengemukakan tentang konsepsi tipe ideal organisasi pemerintah yang rasional dan profesional, dalam bukunya “The Theory of Social and Economic Organization. 1974. The Free press, New York”. Pemikiran Weber di dorong keinginannya menciptakan organisasi modern yang bisa digunakan pemerintah menjalankan modernisasi dan pembangunan. Weber mengenal tiga otoritas (1) otoritas tradisonal; (2) otoritas kharismatik; (3) otoritas legal-rasional (birokrasi).

Sebelum itu tahun 1970, Martin Albrow mempopulerkan istilah “birokrasi” sebagai nama lain organisasi pemerintah, lihat bukunya “Bureaucracy. 1970. FAP. New York.

Selanjunya para pakar (misalnya Fred Kramer, dll, lihat buku Miftah Thoha, Perspektif Perilaku Birokrasi, 1991, Rajawali Pers, Jakarta) mengaitkan atau menamakan konsepsi tipe ideal organisasi pemerintah yang rasional dan profesional ala Weber sebagai birokrasi pemerintahan.

KONSEPSI BIROKRASI RASIONAL MAX WEBER

Individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh jabatannya manakala ia menjalankan tugas-tugas atau bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk keluarganya.

Jabtan-jabatan itu disusun dan tingkatan hirarki dari atas ke bawah dan ke samping. Konsekuensinya ada jabatan atasan dan bawahan. Ada yang menyandang kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil.
Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hirarki itu secara spesifik berbeda satu dengan lainnya.
Setiap jabatan mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan. Uraian tugas masing-masing pejabat merupakan domain yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang harus dijalankan secara kontrak.
Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya, idealnya melalui ujian kompetitif.

Setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai dengan tingkatan hirarki jabatan yang disandangnya. Setiap pejabat bisa memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan jabatannya sesuai dengan keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri dalam keadaan tertentu.

Terdapat struktur pengembangan karir yang jelas dengan promosi berdasarkan senioritas dan penilaian obyektif (merit system).

Setiap pejabat tidak dibenarkan menjalankan jabataannya dan sumberdaya instansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
Setiap pejabat berada dibawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin.

PANDANGAN TERHADAP BIROKRASI WEBERIAN

1.    Warren Bennis (1967)
Birokrasi hirarki piramida pada masa depan akan digantikan dengan sistem baru sesuai harapan masyarakat.
2.    Lawrence dan Lorch (1967)
Birokrasi yang bersifat rutin dan stabil, belum tentu cocok untuk lingkungan yang kompleks. Oleh karena itu, jika ingin survive birokrasi harus menyesuaikan diri dengan perkembangan atau perubahan lingkungan.
3.    Heckscher dan Donellon (1994)
Bentuk organisasi masa depan adalah “Post Bureaucratic Organization” yang tidak sama dengan birokrasi Weberian. Powering (kekuasaan) bukan satu-satunya cara mengendalikan birokrasi, melainkan perlu empowering (pemberdayaan)
4.    Miftah Thoha (2003)
Birokrasi Weberian-diistilahkan sebagai Officialdom atau kerajaan pejabat- memiliki dua pemahaman yaitu birokrasi yang rasional (netral) dan birokrasi yang sarat dengan kekuasaan (potensi politis). Birokrasi yang netral bisa dilihat pada poin (1). Birokrasi politis dapat dilihat pada poin (2).

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan demokratis mensyaratkan kinerja dan akuntabilitas aparatur yang makin meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa reformasi birokrasi merupakan kebutuhan dan harus sejalan dengan perubahan tatanan kehidupan politik, kemasyarakatan, dan dunia usaha. Dalam peta tantangan nasional, regional, dan internasional, aparatur negara dituntut untuk dapat mewujudkan profesionalisme, kompetensi dan akuntabilitas.
Pada era globalisasi, aparatur negara harus siap dan mampu menghadapi perubahan yang sangat dinamis dan tantangan persaingan dalam berbagai bidang. Saat ini masyarakat Indonesia sedang memasuki era yang penuh tuntutan perubahan serta antusiasme akan pengubahan. Ini merupakan sesuatu yang di Indonesia tidak dapat dibendung lagi. Oleh karena itu, reformasi di tubuh birokrasi indonesia harus terus dijalankan demi terciptanya pelayanan prima bagi masyarakat seperti yang telah dilakukan oleh departemen keuangan

B. SARAN

Demi terciptanya pelayanan prima bagi masyarakat maka perlu adanya usaha-untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori birokrasi sistem perwakilan. Pada gilirannya aktivitas administrasi diorientasikan pada kepentingan kelompok sosialnya. Sementara itu, kontrol internal tidak dapat dijalankan.
Sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan diharapkan dapat diterapkan mekanisme kantrol internal. Teori birokrasi sistem perwakilan secara konseptual amat merangsang, tetapi tidak mungkin untuk diterapkan. Karena teori ini tidak realistik, tidak jelas kriteria keperwakilan, emosional dan mengabaikan peranan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Michael G. Roskin, et al., Political Science: An Introduction, Bab 16 
  2. Andrew Heywood, Politics, Second Edition, (New York : Palgrave Macmillan, 2002)
  3. Pandji Santosa, 2008. Administrasi Publik : Teori dan Aplikasi Good Governance. Penerbit PT Refika Aditama : Bandung.
  4. http://www.blogger.com/commentframe.g?blogID=1100803259243109856&postID=5892308108244141718&blogspotRpcTo
  5. http://www.blogger.com/commentframe.g?blogID=348178516436678683&postID=2516817569801378050&blogspotRpcToken=8951267
  6. http://www.blogger.com/commentframe.g?blogID=8426869211966940618&postID=3117293166499410872&blogspotRpcToken=8782662
  7. Ali Mufiz. Materi Pokok Pengantar Administrasi Negara, Jakarta : Karunika, Universitas Terbuka. 1986
  8. Poltak Lijan, dkk. Reformasi Pelayanan Publik, Jakarta : Bumi Aksara. 2006.

Posting Komentar untuk "BIROKRASI"