Materi Agama Islam II (Tujuan Mempelajari Pendidikan Agama Bagi Kehidupan)
NAMA : Nizar Subqi Hamza
NIM : 21601091151
JURUSAN : Administrasi Negara
MATA
KULIAH : Agama Islam II (UAS)
DOSEN : Dr. Afifuddin, S.Ag.,
M.Si
SEMESTER : II
1. Tujuan Mempelajari Pendidikan Agama Bagi
Kehidupan?
Agama sangatlah
penting dalam kehidupan manusia. Demikian pentingnya agama dalam kehidupan
manusia, sehingga diakui atau tidak sesungguhnya manusia sangatlah membutuhkan
agama dan sangat dibutuhkanya agama oleh manusia. Tidak saja di massa premitif
dulu sewaktu ilmu pengetahuan belum berkembang tetapi juga di zaman modern
sekarang sewaktu ilmu dan teknologi telah demikian maju. Berikut ini sebagian dari bukti-bukti
mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia :
a) Agama merupakan sumber moral
Manusia sangatlah memerlukan akhlaq atau moral, karena
moral sangatlah penting dalam kehidupan. Moral adalah mustika hidup yang
membedakan manusia dari hewan. Manusia tanpa moral pada hakekatnya adalah
binatang dan manusia yang membinatang ini sangatlah berbahaya, ia akan lebih
jahat dan lebih buas dari pada binatang buas sendiri.
Tanpa moral kehidupan akan kacau balau, tidak saja kehidupan perseorangan tetapi juga kehidupan masyarakat dan negara, sebab soal baik buruk atau halal haram tidak lagi dipedulikan orang. Dan kalau halal haram tidak lagi dihiraukan. Ini namanya sudah maehiavellisme. Machiavellisme adalah doktrin machiavelli “tujuan menghalalkan cara kalau betul ini yang terjadi, biasa saja kemudian bangsa dan negara hancur binasa.
Ahmad Syauqi, 1868 – 1932 seorang penyair Arab mengatakan “bahwa keberadaan suatu bangsa ditentukan oleh akhlak, jika akhlak telah lenyap, akan lenyap pulalah bangsa itu”.
Dalam kehidupan seringkali moral melebihi peranan ilmu, sebab ilmu adakalanya merugikan. “kemajuan ilmu dan teknologi mendorong manusia kepada kebiadapan”
Demikian dikatakan oleh Prof. Dr. Alexis Carrel seorang sarjana Amerika penerima hadiah nobel 1948 “moral dapat digali dan diperoleh dalam agama, karena agama adalah sumber moral paling teguh. Nabi Muhammad Saw di utus tidak lain juga untuk membawa misi moral, yaitu untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”
W.M. Dixo dalam “The Human Situation” menulis “ Agama betul atau salah dengan ajarannya percaya kepada Tuhan dan kehidupan akherat yang akan datang, adalah dalam keseluruhannya kalau tidak satu-satunya peling sedikit kita boleh percaya, merupakan dasar yang paling kecil bagi moral”.
Dari tulisan W.M. Dixon di atas ini dapat diketahui bahwa agama merupakan sumber dan dasar (paling kuat) bagi moral, karena agama menganjurkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan akherat. Pendapat Dixon ini memang betul. Kalau orang betul beriman bahwa Tuhan itu ada dan Tuhan yang ada itu maha mengetahui kepada tiap orang sesuai dengan amal yang dikerjakannya, maka keimanan seperti ini merupakan sumber yang tidak kering-keringnya bagi moral. Itulah sebabnya ditegaskan oleh Rasulullah Saw. Yang artinya : ”Orang mukmin yang paling sempurna imanya ialah orang mukmin yang paling baik akhlaqnya” (Riwayat Tirmizi)
Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa pentingnya agama dalam kehidupan disebabkan oleh sangat
diperlukannya moral oleh manusia, karena agama bersumber dari agama. Dan agama
menjadi sumber moral, karena agama menganjurkan iman kepada Tuhan dan kehidupan
akherat, dan selain itu karena adanya perintah dan larangan dalam agama.
b) Agama merupakan petunjuk kebenaran
Salah satu hal yang
ingin diketahui oleh manusia ialah apa yang bernama kebenaran. Masalah ini
masalah besar, dan menjadi tanda tanya besar bagi manusia sejak zaman dahulu
kala. Apa kebenaran itu, dan dimana dapat diperoleh manusia dengan akal, dengan
ilmu dan dengan filsafatnya ingin mengetahui dan mencapainya dan yang menjadi
tujuan ilmu dan filsafat tidak lain juga untuk mencari jawaban atas tanda tanya
besar itu, yaitu masalah kebenaran.
Tetapi dapat disayangkan, sebagaimana telah disebutkan dalam uraian terdahulu, sebegitu jauh usaha ilmu dan filsafat untuk mencapai kemampuan ilmu dan filsafat hanyalah sampai kepada kebenaran relatif atau nisbi, padahal kebenaran relatif atau nisbi bukanlah kebenaran yang sesungguhnya. Kebenaran yang sesungguhnya ialah kebenaran mutlak dan universal, yaitu kebenaran yang sungguh-sungguh benar, absolut dan berlaku untuk semua orang.
Tampakya sampai kapanpun masalah kebenaran akan tetap merupakan misteri bagi manusia, kalau saja manusia hanya mengandalkan alat yang bernama akal, atau ilmu atau juga filsafat (Demoikritas, 2004 : 360-460)
Kebenaran itu dalam sekali letaknya tidak terjangkau semuanya oleh manusia. Penganut-penganut sufisme, yaitu aliran baru dalam filsafat Yunani yang timbul pada pertengahan abad ke-5 menegaskan pula”. Kebenaran yang sebenar-benarnya tidak tercapai oleh manusia.
Kemudian Bertrand Rossel seorang Failosuf Inggris termasyur juga berkata “apa yang tidak sanggup dikerjakan oleh ahli ilmu pengetahuan, ialah menentukan kebajikan (haq dan bathil). Segala sesuatu yang berkenaan dengan nilai-nilai adalah di luar bidang ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya “Sesungguhnya telah kami turunkan al-Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran agar kamu memberi kepastian hukum di antara manusia dengan apa yang telah ditunjukkan oleh Allah kepadamu” (an-Nisa’, 105)
c) Agama merupakan sumber informasi tentang masalah
metafisika
Prof Arnoid Toynbee
memperkuat pernyataan yang demikian ini. Menurut ahli sejarah Inggris kenamaan
ini tabir rahasia alam semesta juga ingin di singkap oleh manusia. Dalam
bukunya “An Historian’s Aproach to religion” dia menulis, “ Tidak ada satu
jiwapun akan melalui hidup ini tanpa mendapat tantantangan-rangsangan untuk
memikirkan rahasia alam semesta”.
Ibnu Kholdum dalam kitab Muqaddimah-nya menulis “akal ada sebuah timbangan yang tepat, yang catatannya pasti dan bisa dipercaya. Tetapi mempergunakan akal untuk menimbang hakekat dari soal-soal yang berkaitan dengan keesaan Tuhan, atau hidup sesudah mati, atau sifat-sifat Tuhan atau soal-soal lain yang luar lingkungan akal, adalah sebagai mencoba mempergunakan timbangan tukang emas untuk menimbang gunung, ini tidak berarti bahwa timbangannya itu sendiri yang kurang tepat. Soalnya ialah karena akal mempunyai batas-batas yang membatasinya.
Berhubungan dengan itu persoalan yang menyangkut metafisika masih gelap bagi manusia dan belum mendapat penyelesaian semua tanda tanya tentang itu tidak terjawab oleh akal.
d) Agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia, baik
dikala suka maupun di kala duka Hidup manusia di dunia yang pana ini
kadang-kadang suka tapi kadang-kadang juga duka. Maklumlah dunia bukanlah
surga, tetapi juga bukan neraka. Jika dunia itu surga, tentulah hanya
kegembiraan yang ada, dan jika dunia itu neraka tentulah hanya penderitaan yang
terjadi. Kenyataan yang menunjukan bahwa kehidupan dunia adalah rangkaian dari
suka dan duka yang silih berganti.
Firman Allah Swt yang artinya : “Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian, dan engkau kami coba dengan yang buruk dan dengan yang baik sebagai ujian” (al-Ambiya, 35).
Dalam masyarakat dapat dilihat seringkali orang salah mengambil sikap menghadapi cobaan suka dan duka ini. Misalnya dikala suka, orang mabuk kepayang da lupa daratan. Bermacam karunia Tuhan yang ada padanya tidak mengantarkan dia kepada kebaikan tetapi malah membuat manusia jahat. (Shaleh, 2005: 45)
2.
Perbedaan Pendidikan dan Pelajaran
Istilah
Pendidikan berasal dari kata didik
(bahasa Melayu) artinya : atur atau tata. Aturan atau tatanan disebut juga
norma. Maksudnya pendidikan selalu terkait dengan norma. Tujuan pendidikan
yaitu membentuk manusia yang berwatak; mendidik anak-anak agar dapat berpikir
secara rasional, bekerja beraturan dan sungguh-sungguh; menanamkan rasa
persatuan; membentuk manusia yang bebas dan merdeka serta percaya diri dan
bertanggung jawab; Pelajaran adalah sesuatu yang dipelajari atau diajarkan. Pembelajaran atau proses belajar mengajar adalah proses yang
diatur dengan langkah-langkah tertentu, agar pelaksanaannya mencapai hasil yang
diharapkan. Pembelajaran (learning) lebih
dititik beratkan kepada kompetensi (kemampuan untuk menguasai sesuatu).
pembelajaran merupakan usaha sadar dan sengaja untuk mendewasakan peserta didik
dengan mentransfer pengetahuan. Secara mendasar, perbedaan antara pendidikan
dan pembelajaran dapat dilihat dari perbedaan antara kata mengajar dan
mendidik. Mengajar ialah memberikan pengetahuan atau melatih
kecakapan-kecakapan (keterampilan) kepada anak-anak. Sedangkan mendidik adalah
membentuk budi pekerti dan watak anak-anak.
3.
Kemampuan akal, manusia bisa menemukan agama?
Al-Qur’an
memberikan kedudukan yang tinggi terhadap akal. Yusuf Qardhawi mengungkapkan
bahwa materi akal dalam al-Qur’an terulang sebanyak 49 kali[12]. Al-Qur’an juga memerintahkan akal untuk
memahami ayat-ayat qauliyah dan ayat-ayat kauniyah. Bahkan, Para ulama
menggunakan akal sebagai alat melakukan ijtihad, maka dapat dikatakan bahwa
sumber ajaran Islam adalah al-Qur’an, Hadis, dan Akal[13]. Dengan akal pula, kita bisa menjalankan
kewajiban syariat dengan baik dan benar berdasarkan dari wahyu.
Sejarah
mencatat bahwa semua aliran teologi dalam Islam menggunakan akal untuk memahami
eksistensi Tuhan. Mu’tazilah mengakui kemampuan akal dalam memahami Tuhan
bahkan sebelum wahyu diturunkan. Demikinan juga, Maturidiah Samarkand,
Maturidiah Bukhara memberikan daya besar terhadap akal. Pun demikian dengan
aliran Asy’ariah, walaupun dengan porsi yang kecil. Selanjutnya, Tuhan
memperkenalkan diri-Nya melalui wahyu yang diturunkan kepada para nabi. Yang
menjadi tuntunan dalam kehidupan, menjelaskan hal yang baik dan buruk, dan
mengetahui kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan
Akal
memiliki peranan penting dalam memahami eksistensi Tuhan. Akal mampu mengungkap
rahasia eksistensi Tuhan. Namun, akal memiliki keterbatasan. Untuk itulah wahyu
diturunkan. Wahyu memiliki peran menyempurnakan akal dalam memahami Tuhan dan
memberikan petunjuk tata cara ibadah dan kewajiban-kewajiban yang harus
dilaksanakan. Oleh sebab itu, keduanya tidak dapat dipisahkan dan dinafikan
keberadaannya. Serta perlu disesuaikan dengan
porsinya.
Pembelaan
akal terhadap agama Jika ditanyakan bahwa apakah permasalahan general(kulli)
dan partikular(juz’i) adanya pembelaan akal terhadap agama? Jawabannya adalah:
terhadap masalah-masalah partikular, akal tidak berperan di dalamnya, dan tidak
memerlukan dalil akal (argumentasi) , juga terhadap masalah partikular alam,
partikular syariat. Adapun sebaliknya terhadap masalah-masalah general alam dan
syariat, adalah jalan untuk menggunakan dalil akal. Oleh karena itu, akal
berperan penting dalam menggariskan hukum-hukum general agama dan syariat, juga
hukum-hukum general alam , yakni setelah keberadaan Allah Swt kita yakini, dan
Allah Swt dengan ilmu, kehendak, dan hikmah dan semua sifat kebaikan-Nya telah
kita kenali, sehingga dapat dipahami bahwa Allah Yang Maha Bijaksana mempunyai
tujuan dalam ciptaan-Nya. Dengan kata lain, oleh karena segala perkara, tujuan
alam tidak dapat diketahui. Dan dikarenakan alam adalah ciptaan Allah Swt.
4. Menurut
sejarah nenek moyang orang Indonesia adalah penganut animisme dan dinamisme ,
bagaimana menurut pendapat saudara apakah mereka termasuk ahli surga atau ahli
neraka ?
Perlu kita ketahui bahwa Hindu Budha serta kepercayaan
animisme dinamisme masuk ke Indonesia terlebih dahulu sebelum agama Islam.
Sehingga Agama Islam yang sekarang adalah campuran dengan kepercayaan Hindu
Budha (Islam kejawen) tetapi tidak semuanya, karena Islam itu sendiri di
Indonesia terdiri dari banyak aliran Agama Islam, Paham animisme mempercayai kepada
roh-roh para leluhur. Masyarakat percaya bahwa para leluhur yang telah
meninggal dianggap sebagai yang maha tinggi daripada mereka yang masih hidup, atau
bahkan membantu mereka dalam kehidupan ini. Sedangkan paham dinamisme yaitu
kepercayaan terhadap benda-benda di sekitar manusia yang diyakini memiliki
kekuatan ghaib.
Animisme dan dinamisme adalah keyakinan yang dimiliki
oleh masyarakat Nusantara sebelum mengenal yang namanya agama. Bahkan setelah
masuk dan tersebarnya agama tradisi animisme dan dinamisme tidak bisa hilang
begitu saja dari masyarakat Nusantara. Karena tidak dapat dipungkiri penyebaran
agama di Nusantara merupakan pencampuradukan antara kepercayaan animisme dan
dinamisme dengan ajaran agama murni.
Jadi budaya kepercayaan orang jawa yang beragama Islam
pada umumnya tidak bisa lepas dari animisme dan dinamisme. Hal ini dikarenakan
penyebaran ajaran islam yang diselingi dengan budaya-budaya jawa yang berlaku
saat itu, sehingga unsur-unsur budaya yang murni dari jawa tidak bisa hilang
begitu saja. Melainkan bercampur atau berakulturasi dengan ajaran Islam
sekarang ini. Karena pengaruh ajaran Islam menciptakan konsep mengenai roh yang
berada di dekat Allah, juga di beri tempat di surga atau neraka yang sesuai
dengan perilakunya selama hidup di dunia. Jadi menentukan apakah mereka
termasuk ahli surga atau ahli neraka, menurut saya ahli surga tapi selebihnya hanya
Allah yang mengetahui. Wallahu A’lam Bishawab.
Posting Komentar untuk "Materi Agama Islam II (Tujuan Mempelajari Pendidikan Agama Bagi Kehidupan)"
Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya