Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Komunikasi Organisasi dan Publik Relation (FIA)



Di susun untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah
“Komunikasi Organisasi dan Publik Relation”


Dosen Pengampuh oleh :
Drs. Roni P. Widodo, M.Si



Oleh :

Nizar Subqi Hamza        (21601091151)





JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2018


Gambar 1
Model Komunikasi Pimpinan - Bawahan

MEMBANGUN KOMUNIKASI ORGANISASI

DI KANTOR KECAMATAN


Komunikasi dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Dalam definisinya secara khusus mengenai komunikasi itu sendiri menurut Hovland adalah “proses mengubah perilaku orang lain” (communication is the process to modify the behaviour of other individuals). Pengertian komunikasi menurut Carl I. Hovland: “Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator)  menyampaikan pesan/rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan)”.

Sebagai orang nomor satu dalam organisasi yang Anda pimpin atau posisi apapun yang Anda duduki di dalamnya komunikasi selalu memainkan peran yang paling menentukan terhadap kehidupan organisasi secara keseluruhan. Seringkali organisasi mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan disebabkan oleh faktor komunikasi yang tidak efektif. Perintah dari seorang pemimpin yang pada hakikatnya adalah komunikasi seringkali menjadi tidak jelas dan sulit diimplementasikan karena komunikasi yang dijalankan tidak efektif.

Komunikasi yang sulit dipahami untuk kemudian diimplementasikan dalam program organisasi tentu bukan masalah baru. Sejak lama, orang merumuskan bagaimana agar komunikasi sebagai sebuah hubungan timbal-balik, tidak hanya memainkan peran sebagai pengiriman pesan kepada pihak lain, tetapi juga menjadi perekat yang bersifat sosio-psikologis, terlebih dalam sebuah organisasi yang menghendaki kerjasama yang sinergis.

Diantara semua masalah yang muncul, disiplin komunikasi menerjemahkan gejala tersebut sebagai miscommunication (kekeliruan dalam komunikasi) sehingga proses komunikasi tidak dapat berjalan sebagaimana yang diinginkan. Dengan kata lain, tidak efektif atau terhambat.

Menurut George Odiorne (dalam Hardjana, 2000) bahwa “proses-proses komunikasi (dalam birokrasi/ lembaga) ternyata bisa diperiksa, dievaluasi dan diukur secara cermat dan sistematik sebagaimana halnya dengan sebuah catatan keuangan”. Artinya sistem dan pola komunikasi yang dipraktikkan seperti pada kantor Kecamatan dalam wujud proses komunikasi dapat diteliti dan dianalisis dalam rangka evaluasi untuk mengetahui kinerja komunikasi keorganisasian yang berlangsung selama ini. Disamping itu Everett M Rogers (dalam Hardjana, 2000) bahwa “kehidupan organisasi tidak akan mungkin dilepaskan dengan prinsip-prinsip komunikasi efektif, karena itu komunikasi disadari sebagai “darah kehidupan” organisasi. Hal demikian dimaksudkan bahwa segala kegiatan, interaksi dan saling ketergantungan (interdependensi) antar anggota organisasi (aparatur birokrasi kecamatan) dapat berlangsung berkat adanya komunikasi, karena hanya dengan komunikasi pengaruh atas perilaku individu bisa terjadi. Misalnya antara pimpinan kecamatan dengan bawahan maupun sesama aparat atau staf di lingkungan kantor Kecamatan.

Pada bagian berikut disampaikan analisis pembahasan hasil penelitian tentang model atau pola komunikasi dan feddback serta efektifitasnya dalam proses komunikasi dan interaksi antara pimpinan dengan bawahan di lingkungan kantor Pemrintah Kecamatan. Adapun analisis terbagi ke dalam beberapa sub bahasan sebagai berikut:

Model Komunikasi dalam Interaksi Aparat Pegawai Kecamatan

Interaksi antar jajaran aparat pegawai selaku anggota organisasi ke kantor kecamatan berlangsung dalam suasana yang akrab dan santai. Meskipun organisasi menjalankan fungsi dalam memberikan pelayanan ke publik, namun hubungan antar anggota tidak berlangsung secara kaku. Figur camat sebagai pemimpin tertinggi dikantor kecamatan Tembalang menjadi penentu kultur komunikasi yang ada. Camat sendiri menyadari bahwa sebagai seorang pemimpin ia harus hadir di tengah-tengah anggotanya dan berusaha tidak menjaga jarak. Ia belajar dari pengalaman sebelum menjadi camat. Ia belajar bahwa tidak jarang pemimpin yang menjaga jarak dengan anak buahnya cenderung tidak disukai dan fungsi organisasi dalam memberikan pelayanan tidak bisa berjalan optimal.
Camat sebagai kepala organisasi membangun sistem komunikasi dua arah yang memberi ruang sama besarnya bagi siapapun dalam organisasi tersebut untuk terlibat aktif. Karakteristik pemimpin sebagai penentu utama pola komunikasi dalam sebuah organisasi merupakan karakter khas yang dimiliki organisasi pemerintah. Pemimpin yang bisa memberi contoh bekerja dengan baik dan dekat dengan bawahan akan membawa karakter tersebut dalam pola komunikasi organisasinya secara keseluruhan.


Pada gambar di atas terlihat bahwa komunikasi berlangsung secara dinamis antara pimpinan dan bawahan.Keduanya saling mempertukarkan pesan hubungan berlangsung secara egaliter.Bagan di atas juga berlaku untuk komunikasi antara staf dengan sesama staf.Komunikasi berlangsung dua arah dan respon diberikan secara langsung.

Jajaran aparat pegawai selaku bawahan camat mengakui bahwa figur camat sebagai pemimpin tertinggi merupakan penentu kultur tersebut. Camat yang memimpin dengan terbuka dan egaliter kemudian membawa pengaruh bagi jajaran birokrasi di bawahnya untuk memperlakukan anak buah dengan cara yang serupa. Komitmen untuk memberikan pelayanan dengan baik pada masyarakat menjadi prioritas camat kemudian bisa dipahami dan dijalankan dengan baik oleh jajaran bawahannya.

Performa kecamatan yang baik merupakan keunggulan yang menunjukkan bahwa komunikasi yang dijalankan dalam organisasi (pemerintah kecamatan) telah membawa dampak yang signifikan dalam performa kinerja. Adanya pungutan liar dalam pelayanan di organisasi pemerintah terkadang dianggap sebagai hal yang wajar baik oleh pegawai pemerintah sendiri maupun oleh masyarakat. Namun kemampuan kecamatan untuk meniadakan pungutan liar merupakan prestasi yang patut dihargai meskipun belum semua kelurahan mengikuti langkah tersebut. Prestasi tersebut tidak bisa dilepaskan dari kemampuan pemimpin khususnya camat dalam mendorong bawahannya untuk memberikan pelayanan prima tanpa pungutan liar.

Namun realitas menunjukkan kemampuan camat dalam mendisiplinkan bawahan terbatas pada bawahan yang ada di kantor kecamatan. Sementara bawahan yang berada di jajaran kelurahan tidak seluruhnya mengikuti arahan kecamatan dengan baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan-informan yang menjadi bawahan camat merasa tidak seluruh kelurahan menunjukkan kinerja yang baik. Beberapa kelurahan kurang memahami perintah atau arahan dari kecamatan sehingga hasil pekerjaan kurang maksimal atau tidak selesai pada waktu yang ditetapkan. Bahkan beberapa informan juga menemukan adakalanya oknum-oknum di kelurahan sulit dihubungi saat ditanya mengenai perkembangan tugas yang sedang mereka kerjakan.Selain itu peneliti sendiri menemukan bahwa tidak semua kelurahan menerapkan bebas pungutan liar atas pengurusan ijin.

bawahannya dapat dilakukan secara langsung dan dalam intensitas yang tinggi. Camat dengan tipe kepemimpinan yang mengandalkan pemberian contoh hanya bisa secara efektif ditiru oleh bawahan yang sering melihat camat beraktivitas. Sementara pihak kelurahan di kecamatan hanya bertemu rata-rata sekali dalam seminggu yaitu saat upacara hari Senin. Camat kesulitan untuk memantau kinerja bawahannya di level kelurahan.

Tabel 1
Karakterisktik Kepemimpinan dan Pola Komunikasi di Kecamatan

No.
Karakter
Indikator
1.
Terbuka
·         Bawahan bisa dengan leluasa dapat memberi masukan dan berkomunikasi dengan camat
2.
Transparan
·         Penggunaan dana dan pelaporan dilakukan secara transparan.
·         Tidak ada pungutan liar di lingkungan kantor kecamatan.
3.
Egaliter
·         Hubungan antar anggota terjalin dengan akrab dan dekat.
·         Sekat-sekat antara pimpinan dan bawahan tidak menonjol dalam hubungan antara pimpinan dan bawahan.
4.
Memberi contoh
·         Camat langsung memberi contoh tentang bagaimana bekerja dengan baik sebagai bentuk mengkomunikasikan perintah kerja terhadap bawahan.

 
Karakteristik kepemimpinan dan pola komunikasi camat di atas diterapkan di kantor Kecamatan. Penerapan karakter-karakter di atas kemudian mendorong pula pimpinan-pimpinan di bawah camat untuk meniru dan menerapkannya dalam berkomunikasi dengan bawahan masing-masing. Inilah yang kemudian mendorong gaya kepemimpinan dan pola komunikasi camat memberi pengaruh besar terhadap kultur komunikasi organisasi.

Posting Komentar untuk "Komunikasi Organisasi dan Publik Relation (FIA)"