SEJARAH KEUANGAN NEGARA INDONESIA (Administrasi Keuangan Publik)
Di susun untuk
memenuhi tugas UTS mata kuliah
“Administrasi
Keuangan Publik” yang diampuh
oleh Dr.
Afifuddin, S.Ag., M.Si
Oleh :
Nizar Subqi
Hamza (21601091151)
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2018
NAMA : Nizar Subqi Hamza
NIM : 21601091151
PRODI : Administrasi Negara
MATA KULIAH : Administrasi Keuangan Publik
DOSEN : Dr. Afifuddin, S.Ag., M.Si
1.
SEJARAH KEUANGAN NEGARA INDONESIA
Sejarah pengelolaan keuangan Negara Indonesia sebelum merdeka
sesudah merdekaDi Indonesia. histori pengelolaan keuangan pemerintahan telah
ada semenjak waktu lampau. Tiap-tiap pemerintahan, mulai jaman kerajaan sampai
saat ini, mempunyai pengelola keuangan untuk pastikan terlaksananya pembangunan
dalam pemerintahannya.
Pembangunan ekonomi akan berjalan lancar bila dibarengi dengan
administrasi yang baik dalam pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan
itu dikerjakan atas dana yang dikumpulkan dari penduduk, diantaranya berbentuk
upeti, pajak, bea serta cukai, dan sebagainya.
Menjadi sisi dari satu pemerintahan, Kementerian Keuangan adalah
lembaga pemerintah yang mempunyai fungsi penting pada suatu negara. Fungsi
penting Kementerian Keuangan ialah mengurus keuangan negara serta menolong
pimpinan negara di bagian keuangan serta kekayaan negara. Oleh karenanya,
Kementerian Keuangan disebutkan menjadi penjaga keuangan negara (Nagara Dana
Rakca).
Sejarah Pengelolaan Keuangan Negara Sebelum Merdeka
Belanda sukses menempati Hindia Belanda sesudah mengusir Portugis
dari Nusantara. Setelah itu, Belanda melimpahkan wewenangnya di Hindia Belanda
pada Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). VOC, yang ketika itu di pimpin
oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen (1619-1623 serta 1627-1629), dikasih
hak octrooi, yang diantaranya ialah cetak uang serta lakukan kebijakan
perekonomian.
Semenjak tahun 1600-an, VOC keluarkan kebijakan untuk meningkatkan
isi kas negara dengan mengambil keputusan tiga ketentuan. Pertama, verplichte
leverentie, yakni keharusan menyerahkan hasil bumi pada VOC. Ke-2,
contingenten, yakni pajak berdasar hasil bumi serta pembatasan jumlahnya
tanaman rempah-rempah supaya harga nya tinggi. Ke-3, preangerstelsel, yakni
keharusan menanam pohon kopi.
Waktu Hindia Belanda berpindah kekuasan ke Inggris, Pemerintahan
Inggris lewat Thomas Stamford Raffles (1811-1816) keluarkan kebijakan baru
dengan nama Landrent (pajak tanah). Kebijakan itu merubah alur pajak bumi yang
diaplikasikan Belanda awal mulanya.
Kebijakan itu ditujukan untuk memperluas pasar buat produk yang
dibuat Inggris serta menyerap hasil produksi masyarakat. Kebijakan ini alami
kegagalan, karena tidak ada support dari raja serta bangsawan ditempat, dan
masyarakat yang kurang memahami tentang uang serta perhitungan pajak.
Hindia Belanda lalu dikuasai kembali oleh Belanda sesudah lewat
persetujuan Inggris-Belanda. Pada periode ini, mulai ada perbaikan
perekonomian.
Pada tahun 1836, atas inisiatifnya, van Den Bosch mulai menetapkan
cultuurstelsel (skema tanam paksa) yang mempunyai tujuan untuk menghasilkan
beberapa komoditi yang mempunyai keinginan di pasar dunia. Skema ini adalah
alternatif skema landrent dalam rencana memperkenalkan pemakaian uang di
penduduk Hindia Belanda.
Cultuurstelsel serta kerja rodi (kerja paksa) dapat memperkenalkan
ekonomi uang pada penduduk pedesaan. Hal seperti ini disaksikan dengan
meningkatnya jumlahnya masyarakat yang lakukan pekerjaan ekonomi. Reformasi
keuangan telah berulang-kali dikerjakan, tapi belumlah membuahkan keuangan yang
sehat.
Kebijakan setelah itu yang dikerjakan pemeritahan Belanda di Hindia
Belanda ialah Laissez faire laissez passer, yakni perekonomian diserahkan
kepada pihak swasta (golongan kapitalis). Kebijakan ini dikerjakan atas tekanan
golongan Humanis Belanda yang inginkan pergantian nasib masyarakat supaya lebih
baik. Ketentuan agraria baru ini bukannya merubah jadi lebih baik tetapi
memunculkan penderitaan yang tidak wajar.
Pada saat ini Departement van Financien dibuat serta berada di
istana Daendels karena pusat pemerintahan beralih ke lain tempat. Gedung ini
jadikan menjadi tempat pengkoordinasian pelaksanaan pekerjaan, pembinaan, serta
pemberian support administrasif keuangan ke lain tempat.
Kekurangan tenaga pakar keuangan membuat pemerintah Belanda
mengadakan beberapa pelatihan buat orang Belanda serta orang Pribumi yang
dilihat dapat. Pelatihan yang dibarengi ialah pelatihan ajun kontrolir serta
treasury / daftar. Terpusatnya tempat pengelolaan keuangan ditujukan untuk
mempermudah pengontrolan pemasukan serta pengeluaran negara. Terjadinya kondisi
ekonomi yang memprihatinkan ialah argumen utama dibentuknya departement of
financien.
Pecahnya perang dunia II di Eropa yang selalu menyebar sampai ke
lokasi Asia Pasifik, membuat posisi Indonesia menjadi jajahan Belanda begitu
susah, ditambah lagi terjepitnya pemerintah Belanda karena serbuan Jepang.
Mendekati kehadiran Jepang di Pulau jawa, Presiden DJB, Dr. G.G. van Buttingha
Wichers sukses mengalihkan semua cadangan emas ke Australia serta Afrika
Selatan lewat pelabuhan Cilacap.
Saat menempati Indonesia, Jepang jadikan kota Jakarta menjadi pusat
pemerintahan. Gedung Departement of Finance jadikan tempat untuk beraktivitas
keuangan keseharian. Gedung ini jadikan menjadi tempat pemrosesan keuangan
serta pemutusan kebijakan ekonomi oleh Jepang. Pada 7 Maret 1943, patung Jan
Pieterzoon Coen yang ada di muka gedung Department of Financien dihancurkan
Jepang karena dipandang seperti simbol penguasa Batavia.
Banyak dari tenaga pakar keuangan Belanda ditawan oleh Jepang,
serta sebagian orang yang pakar serta memiliki pengalaman jadikan menjadi
tenaga pengajar keuangan pada putra-putri Indonesia. Kekurangan tenaga keuangan
jadikan Jepang mendidik rakyat Hindia Belanda untuk ikuti pendidikan keuangan.
Saat 1942-1945, Jepang mengaplikasikan beberapa kebijakan seperti,
memaksa penyerahan semua asset bank, lakukan ordonansi berbentuk perintah
likuidasi untuk semua Bank Belanda, Inggris, serta Cina. Diluar itu, Jepang
juga lakukan invasion money sejumlah 2,4 milyar gulden di pulau Jawa sampai 8
milyar gulden (pada tahun 1946). Arah invasion money yang dikerjakan oleh
Jepang ialah merusak nilai mata uang Belanda yang telah terlanjur tersebar di
Hindia Belanda.
Konsentrasi pendudukan Jepang di Hindia Belanda pada perang pasifik
mengakibatkan Jepang lakukan kebijakan yang membuat terjadinya krisis keuangan.
Jepang lakukan perombakan besar-besaran dalam susunan ekonomi penduduk.
Kesejahteraan rakyat turun tajam serta berlangsung bencana kekurangan pangan
karena produksi minyak jarak. Jepang lakukan pengurasan kekayaan alam serta
hasil bumi, serta jadikan beberapa tenaga produktif menjadi romusha. Hiper
inflasi yang berlangsung pasa waktu ini mengakibatkan pengeluaran makin
bertambah besar, sedang pemasukan pajak serta bea masuk turun mencolok.
Kebijakan ala tentara Dai Nippon merugikan masyarakat Indonesia.
Sejarah Pengelolaan Keuangan Negara Sesudah Merdeka
Di awalnya kemerdekaan, Indonesia melawan beberapa permasalahan
salah satunya ialah datangnya tentara sekutu untuk terima penyerahan kekuasaan
dari Jepang karena kekosongan kekuasaan di Indonesia karena kekalahan Jepang.
Ke-2, perundingan-perundingan dengan Belanda yang merugikan Indonesia. Lalu,
Belanda hadir membonceng sekutu diakhir September 1945 dengan kemauan kuasai
kembali negara jajahannya.
Pemerintah Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945 mengambil
keputusan berlakunya mata uang bersama dengan di lokasi Republik Indonesia
(RI), yakni uang De Javasche Bank, uang Hindia Belanda serta uang Jepang.
Di lingkup nasional, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
mengesahkan Undang-Undang Basic Negara, serta mengusung Presiden dan Wakil
Presiden pada tanggal 18 Agustus 1945. Lalu pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI
mengambil keputusan dua ketetapan terpenting. Pertama, membuat 12 kementerian
dalam lingkungan pemerintahan, yakni: Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Luar Negeri, Kementerian Kehakiman, Kementerian Keuangan, Kementerian
Kemakmuran, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pengajaran, Kementerian Sosial,
Kementerian Pertahanan, Kementerian Penerangan, Kementerian Perhubungan serta
Kementerian Pekerjaan Umum. Ke-2, membagi lokasi Indonesia jadi delapan
propinsi yakni: Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kelapa,
Maluku, Sulawesi, serta Kalimantan.
Karena serbuan Belanda semakin santer ke Jakarta, Pemerintah
Indonesia geser ke Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946. Mengakibatkan
Indonesia terpecah jadi dua lokasi, yakni lokasi yang dikuasai pemerintah
Indonesia serta Belanda dibawah administrasi Netherlands Indies Civil
Administration (NICA) yang membuat beberapa negara sisi yang tergabung dalam
Bijeenkomst voor Federaal Overlaag (BFO) atau Tubuh Permusyawaratan Federal
yang lebih diketahui dengan negara boneka bentukan Belanda.</p>
Kementerian Keuangan
Di lingkungan Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan A.A Maramis
pada tanggal 29 September 1945 keluarkan Dekrit dengan tiga ketetapan
terpenting. Pertama, tidak mengaku hal serta wewenang petinggi pemerintahan
tentara Jepang untuk menerbitkan serta di tandatangani surat-surat perintah
membayar uang dan sebagainya dokumen yang terkait dengan pengeluaran negara.
Ke-2, terhitung mulai 29 September 1945, hak serta wewenang petinggi
pemerintahan tentara Jepang diserahkan pada Pembantu Bendahara Negara yang
ditunjuk serta bertanggungjawab pada Menteri Keuangan. Ke-3, kantor-kantor kas
negara serta semua lembaga yang lakukan pekerjaan kas negara (kantor pos) mesti
menampik pembayaran atas surat perintah membayar uang yang tidak di
tandatangani oleh Pembantu Bendahara Negara.
Sesudah dekrit ini diedarkan, berakhirlah waktu “Nanpo Gun Gunsei
Kaikei Kitein” (Ketentuan Daftar Pemerintah Bala Tentara Angkatan di Daerah
Selatan) serta dimulailah set baru pengurusan keuangan negara yang merdeka.
Pada saat itu, susunan pertama organisasi Kementerian Keuangan
terbagi dalam lima Penjabatan (Eselon I) yang terbagi dalam:
1.
Pejabat Umum di pimpin oleh M. Saubari, membawahi masalah.
· Urusan untuk
Kepegawaian
· Urusan untuk
Perbendaharaan
· Urusan untuk
hal Umum serta Rumah Tangga
2.
Petinggi Keuangan di pimpin oleh Achmad Natanegara serta Wakil
Kepala R. Kadarisman Notopradjarto, membawahi masalah:
· Urusan untuk
Angaran Negara
· Urusan untuk
Daftar serta Kas
· Urusan untuk
uang, Bank serta Kredit
3.
Penjabatan Pajak, di pimpin oleh Soetikno Slamet dibantu oleh H.A
Pandelaki serta R.Soemarsono Moenthalib, membawahi masalah:
· Masalah
Perpajakan
· Masalah Bea
serta Cukai
· Masalah Pajak
Bumi
4.
Penjabatan Resi Candu serta Garam, di pimpin oleh Moekarto
Notowidagdo dengan Wakil Kepala R. Soewahjo Darmosoekoro.
5.
Penjabatan Pegadaian yang berdiri dengan sendiri, di pimpin oleh R.
Hendarsin.
Pada 2 Oktober 1945, pemerintah keluarkan Maklumat Pemerintah
Republik Indonesia yang mengambil keputusan jika uang NICA tidak laku di lokasi
Republik Indonesia. Lalu Maklumat Presiden Republik Indonesia 3 Oktober 1945
yang memastikan beberapa jenis uang yang sesaat masih tetap laku menjadi alat
pembayaran yang resmi
4 mata uang resmi setelah kemerdekaan Indonesia (3 Oktober 1945)
Waktu itu, Indonesia mempunyai empat mata uang yang resmi. Bekas
jaman kolonial Belanda yakni uang kertas De Javasche Bank.
Uang kertas serta logam pemerintah Hindia Belanda yang sudah
disediakan Jepang sebelum kuasai Indonesia yakni DeJapansche Regering dengan
unit gulden (f) yang di keluarkan tahun 1942.
Uang kertas pendudukan Jepang yang memakai Bhs Indonesia yakni Dai
Nippon emisi 1943 dengan pecahan berharga 100 rupiah.
Dai Nippon Teikoku Seibu, emisi 1943 bergambar Wayang Orang Satria
Gatot Kaca berharga 10 rupiah serta gambar Rumah Gadang Minang berharga 5
rupiah.
Berbarengan dengan dikeluarkannya maklumat itu, pemerintah
merencanakan menerbitkan Oeang Republik Indonesia (ORI). Menteri Keuangan A.A
Maramis membuat “Panitia Penyelenggara pencetakan Uang Kertas Republik Indonesia”
pada 7 November 1945 yang diketuai T.R.B. Sabaroedin dari Kantor Besar Bank
Rakyat Indonesia (BRI) serta anggota-anggotanya terbagi dalam Kementerian
Keuangan yakni H.A. Pandelaki & R. Aboebakar Winagoen serta E. Kusnadi,
Kementerian Penerangan yakni M. Tabrani, BRI yakni S. Sugiono, serta
wakil-wakil dari Serikat Buruh Percetakan yakni Oesman serta Aoes Soerjatna.
Team Serikat Buruh Percetakan G. Kolff di Jakarta sebagai team
pencari data, mencari percetakan dengan tehnologi yang relatif moderen di
Jakarta menyarankan G. Kolff di Jakarta serta percetakan Nederlandsch Indische
Metaalwaren en Emballage Fabrieken (NIMEF) di Malang menjadi calon percetakan
yang penuhi kriteria.
Menjadi pembuat design serta beberapa bahan induk (master)
berbentuk negatif kaca dipercayakan pada percetakan Balai Pustaka Jakarta.
Kerja yang susah ini dikerjakan oleh Bunyamin Suryohardjo, sedang pelukis
pertama Oeang Republik Indonesia (ORI) ialah Abdulsalam serta Soerono. Proses
pencetakan berbentuk bikin offset dikerjakan di Percetakan Republik Indonesia,
Salemba, Jakarta yang ada dibawah Kementerian Penerangan
Pencetakan ORI ditangani sehari-hari dari jam 7 pagi sampai jam 10
malam dari Januari 1946. Akan tetapi, pada Mei 1946, kondisi keamanan
mewajibkan pencetakan ORI di Jakarta dihentikan serta sangat terpaksa
dipindahkan ke beberapa daerah seperti Yogyakarta, Surakarta, Malang, serta
Ponorogo. Hal seperti ini yang mengakibatkan, saat ORI pertama-tama tersebar
pada 30 Oktober 1946 yang bertandatangan diatas ORI ialah A.A Maramis walau
semenjak November 1945 ia tak akan menjabat menjadi Menteri Keuangan. Pada saat
ORI tersebar sebagai Menteri Keuangan ialah Sjafruddin Prawiranegara dibawah
Kabinet Sjahrir III.
Lewat Ketetapan Menteri Keuangan tanggal 29 Oktober 1946 diputuskan
berlakunya ORI dengan resmi mulai 30 Oktober 1946 jam 00.00. Undang-Undang
tanggal 1 Oktober 1946 mengambil keputusan penerbitan ORI. Pada beberapa detik
diluncurkankannya ORI, Wakil Presiden Mohammad Hatta memberi pidatonya pada 29
Oktober 1946 lewat Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta yang menggelorakan
semangat bangsa Indonesia menjadi negara berdaulat dengan diterbitkannya mata
uang ORI.
“Besok tanggal 30 Oktober 1946 ialah satu hari yang memiliki
kandungan histori buat tanah air kita. Rakyat kita melawan penghidupan baru.
Besok mulai tersebar Oeang Republik Indonesia menjadi hanya satu alat
pembayaran yang resmi. Mulai jam 12 larut malam kelak, uang Jepang yang sampai kini
tersebar menjadi uang yang resmi, tidak laris lagi. Bersama uang Jepang itu
turut juga tidak laris uang Javasche Bank. Dengan adanya ini, tutuplah satu
waktu dalam histori keuangan Republik Indonesia. Waktu yang penuh dengan
penderitaan serta kesukaran buat rakyat kita. Uang sendiri itu ialah sinyal
kemerdekaan Negara”
Usaha penerbitan uang sendiri menunjukkan hasil dengan
diterbitkannya Emisi Pertama uang kertas ORI pada 30 Oktober 1946. Pemerintah
Indonesia mengatakan tanggal itu menjadi tanggal beredarnya ORI. ORI juga di
terima dengan perasaan bangga oleh semua rakyat Indonesia. Setelah itu, 30
Oktober disahkan menjadi Hari Oeang Republik Indonesia oleh Presiden, berdasar
pada lahirnya emisi pertama ORI.
Peredaran Ori (Oeang Republik Indonesia) Pertama Kali
Pada ORI penerbitan pertama yang laku mulai 30 Oktober 1946 tertera
tanggal emisi 17 Oktober 1945. Ini tunjukkan cukuplah panjangnya proses yang
perlu ditempuh dalam menyiapkan penerbitan ORI menjadi salah satunya jati diri
negara.
Aksi pertama yang dikerjakan pemerintah Indonesia sebelum
mengedarkan ORI ialah menarik uang invasi Jepang serta uang Pemerintah Hindia
Belanda dari peredaran. Penarikan ke-2 uang itu dikerjakan makin lama makin
lewat pembatasan penggunaan uang serta larangan membawa uang dari satu daerah
ke daerah lainnya.
Pembatasan larangan membawa uang tunai lebih dari Rp500 seseorang
atau Rp1.000 sekeluarga ke kota Jakarta serta Bogor, atau demikian sebaliknya
mesti seizin Menteri Keuangan. Uang invasi Jepang serta uang NICA tidak bisa di
keluarkan dari dari Jawa serta Madura dan tidak bisa dimasukkan ke beberapa
daerah diluar Jawa serta Madura. Nilai ORI lewat Undang-Undang tanggal 25
Oktober 1946 diputuskan 10 rupiah ORI = 5 gr emas murni, kurs ORI pada uang
Jepang sebesar 1:50 untuk Pulau Jawa & Madura, serta 1:100 untuk daerah
yang lain.
Penerbitan ORI tidak hanya diperuntukkan untuk tunjukkan kedaulatan
Republik Indonesia juga mempunyai tujuan untuk menyehatkan ekonomi yang tengah
dirundung inflasi hebat. Pada awal beredarnya ORI, tiap-tiap masyarakat dikasih
Rp1 menjadi alternatif bekas uang invasi Jepang yang masih tetap bisa dipakai
s/d 16 Oktober 1946. Akan tetapi, ketika itu peredaran ORI belumlah dapat
mencapai semua lokasi Indonesia. Hal seperti ini karena tidak hanya aspek
perhubungan, permasalahan keamanan juga punya pengaruh karena beberapa lokasi
Indonesia masih tetap ada dibawah posisi Belanda. Ke-2 hal seperti ini
mengakibatkan pemerintah Indonesia kesusahan untuk menjadikan satu Indonesia
menjadi satu kesatuan moneter. Bahkan juga, mulai tahun 1947 pemerintah sangat
terpaksa memberi otoritas pada beberapa daerah spesifik untuk keluarkan uangnya
sendiri yang dimaksud Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA).
Uang itu berbentuk sesaat serta umumnya dinyatakan oleh penguasa
ditempat menjadi alat pembayaran yang cuma laku ditempat spesifik. Misalnya,
ORIDABS-Banten, ORIPS-Sumatera, ORITA-Tapanuli, ORIPSU-Sumatera Utara,
ORIBA-Banda Aceh, ORIN-Kabupaten Nias serta ORIAB-Kabupaten Labuhan Batu. Type
ORIDA itu berbentuk bon, Surat Sinyal Penerimaan Uang, Sinyal Pembayaran Yang
Resmi serta ORIDA berbentuk Mandat.
Dalam keadaan perang, jumlahnya uang tersebar di lokasi Republik
Indonesia susah dihitung dengan pas. Kesusahan lakukan pembelahan data juga
berlangsung dalam memprediksi indikator-indikator perekonomian yang lain,
seperti neraca perdagangan, tempat cadangan devisa serta keuangan negara.
Jumlahnya peredaran ORI serta ORIDA pada 1946 sebesar Rp323 juta
diprediksikan bertambah jadi Rp6 milyar di akhir 1949. Diluar itu, pemicu
kesusahan hitungan yang lain ialah karena uang De Javasche Bank serta
Pemerintah Hindia Belanda belumlah ditukar atau belumlah disimpan pada bank
berdasar pada ketetapan Undang-Undang tanggal 1 Oktober 1946.
Pada tahun pembukuan 1949-1950, De Javasche Bank membuat data
perubahan uang tersebar. Pada saat itu deposito berjangka juga dihitung masuk
dalam komponen uang giral. Pengaturan statistik uang tersebar dikerjakan dengan
mengkonsolidasikan neraca De Javasche Bank dengan neraca dari tujuh bank komersial
yakni Nederlansche Handel Maatschappij, Nederlandsch Indische Handelsbank,
Escomptobank, Chartered Bank of India, Australia and China, Hongkong and
Shanghai Banking Corporation, Bank of China serta Overseas Chinese Banking
Corporation.
ORI serta beberapa jenis ORIDA cuma laku sampai 1 Januari 1950
serta diteruskan dengan penerbitan uang Republik Indonesia Serikat.
Berlakunya Uang Rupiah Republik Indonesia Serikat
Dari salah satunya hasil kesepakatan Pertemuan Meja Bundar (KMB)
yang dikerjakan pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949, Indonesia
disadari kedaulatannya oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Lalu, dibuat negara
federal Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terbagi dalam Republik Indonesia
serta Bijeenkomst voor Federaal Overlaag (BFO) atau Tubuh Permusyawaratan
Federal yang lebih diketahui dengan negara boneka bentukan Belanda. Menjadi
usaha untuk menyeragamkan uang di lokasi Republik Indonesia Serikat, pada 1
Januari 1950 Menteri Keuangan Sjafruddin Prawiranegara menginformasikan jika alat
pembayaran yang resmi ialah uang federal.
Menteri Keuangan dikasih kuasa untuk keluarkan uang kertas yang
memberi hak piutang pada pembawa uang pada RIS beberapa dana yang tercatat pada
uang itu dalam rupiah RIS. Undang-Undang Darurat tanggal 2 Juni 1950 yang mulai
diresmikan 31 Mei 1950 mengatur beberapa hal beberapa mengenai pengeluaran uang
kertas atas tanggungan Pemerintah RIS. Dengan pernyataan kedaulatan oleh
Belanda pada Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1949, selesai
juga waktu perjuangan bersenjata menantang Belanda dalam rencana menegakkan
serta menjaga kemerdekaan.
Mulai 27 Maret 1950 sudah dikerjakan penukaran ORI serta ORIDA
dengan uang baru yang diedarkan serta disebarkan oleh De Javasche Bank. Searah
dengan waktu Pemerintah RIS yang berjalan singkat, waktu edar uang kertas RIS
juga tidak lama, yakni sampai 17 Agustus 1950 saat Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) tercipta kembali.
Undang-Undang Mata Uang 1951
Dari pojok moneter, kondisi kembali pada NKRI sangat mungkin untuk
menjadikan satu mata uang menjadi alat pembayaran yang resmi di lokasi Republik
Indonesia. Dengan hukum kesatuan moneter baru terwujud sesudah dikeluarkannya
Undang-Undang Mata Uang 1951 untuk ganti Indische Muntwet 1912. Undang-Undang
Mata Uang 1951 diantaranya mengatakan: (i) Semua logam yang di keluarkan
berdasar pada Indische Muntwet dicabut mulai 3 November 1951, terkecuali uang
uang tembaga yang pencabutannya akan dipastikan oleh Menteri Keuangan. (ii)
Unit kalkulasi dari uang di Indonesia ialah rupiah yang disingkat Rp serta
terdiri jadi 100 sen. (iii) Uang logam Indonesia yang disebut alat pembayaran
yang resmi ialah dari nikel dalam pecahan 50 sen dan dari aluminium pecahan 25
sen, 10 sen, 5 sen serta 1 sen. (iv) Untuk penuhi keperluan yang mungkin saja
muncul dalam satu waktu, pemerintah bisa keluarkan kertas pecahan 1 rupiah
serta 2,50 rupiah. (v) Pembuatan uang logam serta uang kertas pemerintah cuma
bisa dikerjakan oleh atau atas nama pemerintah. (vi) Menteri Keuangan mengambil
keputusan design logam nikel serta alumni, kandungan logam uang, berat serta
ukuran garis tengah dan batas toleransinya. (vii) Di beberapa daerah spesifik
dengan ketentuan pemerintah bisa saja untuk sesaat waktu dikerjakan pembayaran
dengan uang tidak hanya tertera di atas.
Gunting Sjafruddin
Sesudah waktu RIS selesai, perekonomian Indonesia yang terbuka
mengakibatkan kondisi dalam negeri begitu gampang dipengaruhi oleh gejolak
perekonomian dunia. Pada awal pernyataan kedaulatan, berlangsung devaluasi mata
uang oleh beberapa negara Eropa Barat pada dolar Amerika Serikat serta pecahnya
perang Korea. Di lain sisi, penggunaan devisa untuk import belumlah bertambah.
Oleh karenanya, pemerintah ambil kebijakan Gunting Sjafruddin yang
mempunyai tujuan untuk mengisap uang tersebar yang kebanyakan dan membuahkan
utang seputar Rp1,5 milyar dari penerbitan Obligasi Republik Indonesia 1950
karena Indonesia belumlah dapat mencari sumber pembiayaan dari pasar.
Pengguntingan dikerjakan berdasar pada Surat Ketetapan Menteri Keuangan tanggal
19 Maret 1950 pada uang kertas De Javasche Bank serta uang pendudukan Belanda
atau uang NICA. Berbarengan dengan itu, pemerintah meluncurkan penerbitan
Obligasi Republik Indonesia 1950 menjadi utang pemerintah dengan bunga 3% yang
di tawarkan untuk ditukar dengan guntingan uang kertas sisi kanan. Sisi kiri
uang kertas diatas pecahan f2,50 disadari menjadi alat pembayaran yang resmi.
Menjadi, nilai uang yang laku cuma 1/2 dari nilai nominal.
Dalam periode waktu yang sudah dipastikan, sisi kiri uang bisa
diganti dengan uang baru yang diedarkan De Javasche Bank dengan pecahan f2,50,
f1 serta f0,50. Pengguntingan uang itu dikerjakan karena langkah yang umum
dikerjakan, yakni dengan penyetoran ke rekening yang dibekukan mustahil
digerakkan di Indonesia.
Bank Indonesia Menjadi Penerbit Tunggal Rupiah
Pada Desember 1951, De Javasche Bank dinasionalisasi jadi Bank
Indonesia (BI) menjadi bank sentra dengan UU No. 11 Tahun 1953 yang mulai laku
pada tanggal 1 Juli 1953. Sama dengan tanggal berlakunya Undang-Undang Pokok
Bank Indonesia tahun 1953, karena itu tanggal 1 Juli 1953 diperingati menjadi
hari lahir Bank Indonesia di mana Bank Indonesia menukar De Javasche Bank serta
bertindak selaku bank sentra.
Sesudah Bank Indonesia berdiri pada tahun 1953, ada dua jenis uang
rupiah yang laku menjadi alat pembayaran yang resmi di lokasi Republik
Indonesia, yakni uang yang diedarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia
(Kementerian Keuangan) serta yang diedarkan oleh Bank Indonesia. Pemerintah RI
menerbitkan uang kertas serta logam pecahan dibawah Rp5, sedang Bank Indonesia
menerbitkan uang kertas dalam pecahan Rp5 ke atas.
Hak tunggal Bank Indonesia untuk keluarkan uang kertas serta uang
logam sesuai dengan Undang-Undang Bank Indonesia Nomer 13 Tahun 1968 didasarkan
pertimbangan pada uang kertas yang di keluarkan oleh Bank Indonesia serta
Pemerintah dengan ekonomi dilihat tidak ada ketidaksamaan fungsional. Hingga
untuk keseragaman serta efisiensi pengeluaran uang cukuplah dikerjakan oleh
satu lembaga saja yakni Bank Indonesia.
Sekarang ini,
uang rupiah berisi tanda-tangan pemerintah serta Bank Indonesia berdasar pada
Undang-Undang Nomer 7 Tahun 2011 mengenai Mata Uang. Pemerintah dalam
Undang-Undang itu ialah Menteri Keuangan yang tengah menjabat ketika uang tahun
emisi 2016 terbit. Oleh karenanya, pada tanggal 19 Desember 2016, tanda-tangan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati diikutkan dengan tanda-tangan Gubernur
Bank Indonesia Agus D.W Martowardojo di beberapa pecahan uang baru itu.
2.
RUANG
LINGKUP KEUANGAN NEGARA INDONESIA
Undang-undang 17
Tahun 2003 memberi batasan keuangan negara sebagai “semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Secara rinci sebagaimana diatur dalam
pasal 2 UU 17 Tahun 2003, ruang lingkup Keuangan Negara terdiri dari :
b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan
tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
c.
Penerimaan negara/daerah;
d.
Pengeluaran negara/daerah;
e. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang
dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, suratberharga, piutang,
barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan
yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
f. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh
pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan
umum;
g. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan
menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Ruang lingkup terakhir dari Keuangan Negara
tersebut dapat meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain
berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian
negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.
Dalam pelaksanaannya, ada empat pendekatan
yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara, yaitu dari sisi obyek, subyek,
proses, dan tujuan. Obyek Keuangan Negara meliputi semua ”hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam
bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta
segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.”
Selanjutnya dari sisi subyek/pelaku yang
mengelola obyek yang ”dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada
kaitannya dengan keuangan negara.” Dalam pelaksanaannya, proses pengelolaan
Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan
dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan
kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban.
Pada akhirnya, tujuan pengelolaan Keuangan
Negara adalah untuk menghasilkan kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang
berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek Keuangan Negara dalam
rangka penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Ruang Lingkup Keuangan Negara Dibedakan
menjadi 2 komposisi, yaitu :
·
Keuangan Negara yang langsung diurus
Pemerintah. Keuangan yang langsung diurus pemerintah dapat berupa uang dan
barang. Uang bisa berwujud dalam bentuk APBN dan secara teknis operasional
diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Sedang dalam bentuk barang
dapat berwujud benda bergerak, tidak bergerak, hewan dan persediaan.
·
Keuangan Negara yang dipisahkan
pengurusannya. Keuangan negara yang dipisahkan pengurusannya adalah kekayaan
negara yang pengelolaannya dipisahkan dari keuangan negara. Bentuk-bentuk usaha
tersebut antara lain Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum Negara dan
Persero.
3.
MAKSUD
DARI KEUANGAN NEGARA
Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa pendekatan yang digunakan
dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi objek, subjek, proses, dan
tujuan.
Dari sisi objek, yang dimaksud dengan Keuangan
Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan
kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut.
Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan Keuangan
Negara meliputi seluruh subjek yang memiliki/menguasai objek sebagaimana
tersebut di atas, yaitu: pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan
negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.
Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup
seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan objek sebagaimana
tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan danpengambilan keputusan sampai
dengan pertanggunggjawaban.
Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi
seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan
dan/atau penguasaan objek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Berdasarkan
pengertian keuangan negara dengan pendekatan objek, terlihat bahwa hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang diperluas cakupannya, yaitu
termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan
kekayaan negara yang dipisahkan.
Dengan demikian,
bidang pengelolaan keuangan negara dapat dikelompokkan dalam:
a.
Subbidang pengelolaan fiskal,
b.
Subbidang pengelolaan moneter, dan
c.
Subbidang pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan.
Pengelolaan keuangan negara subbidang
pengelolaan fiskal meliputi kebijakan dan kegiatan yang berkaitan dengan
pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mulai dari penetapan
Arah dan Kebijakan Umum (AKU), penetapan strategi dan prioritas pengelolaan
APBN, penyusunan anggaran oleh pemerintah, pengesahan anggaran oleh DPR,
pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran, penyusunan perhitungan anggaran
negara (PAN) sampai dengan pengesahan PAN menjadi undang-undang.
Pengelolaan keuangan negara subbidang
pengelolaan moneter berkaitan dengan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan sector
perbankan dan lalu lintas moneter baik dalam maupun luar negeri.
Pengelolaan keuangan
negara subbidang kekayaan Negara yang dipisahkan berkaitan dengan kebijakan dan
pelaksanaan kegiatan di sektor Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) yang
orientasinya mencari keuntungan (profit motive).
Berdasarkan uraian di atas, pengertian keuangan
negara dapat dibedakan antara: pengertian keuangan negara dalam arti luas, dan
pengertian keuangan negara dalam arti sempit. Pengertian keuangan negara dalam
arti luas pendekatannya adalah dari sisi objek yang cakupannya sangat luas,
dimana keuangan negara mencakup kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal,
moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Sedangkanpengertian
keuangan negara dalam arti sempit hanya mencakup pengelolaan keuangan negara
subbidang pengelolaan fiskal saja.
4.
Seandainya ada seseorang
menemukan patung emas seukuran orang dewasa dari sebuah penggalian tanah,
apakah patung tersebut milik pribadi apakah dimiliki negara? Jelaskan alasannya
Tergantung dari status
tanah tersebut, kalau seandainya tanah tersebut milik pemerintah dan kita
memiliki izin menggali ditempat tersebut, maka harus memberi pajak penemuan
benda berharga kepada pemerintah sebanyak yang disepakati oleh keduabelah
pihak. kalau tanah tersebut milik kita, menurut saya tidak wajib memberikan
jatah penemuan kepada pemerintah. kalau seandainya tanah tersebut milik
pemerintah dan kita menemukan sesuatu tetapi tidak memiliki izin, maka itu
ilegal dan harta tersebut milik pemerintah sepenuhnya.
Menurut aturan penemuan
itu sebenarnya sudah ada. Siapa saja yang menemukan, harus melaporkan ke
pemerintah. "Harta karun itu kan benda cagar budaya, penemu harus
melaporkan. Berdasarkan UU No 5\/1992 biasanya pemerintah akan mengumumkan ke
publik apakah ada pihak yang berminat untuk mengangkat harta karun itu.
5. Dasar Hukum Keuangan Negara di Indonesia
Dasar hukum pengelolaan
keuangan negara di Indonesia antara lain :
o Pasal 23 UUD RI Th. 1945
o UU No. 17 Th. 2003 tentang Keuangan Negara (UUKN)
o UU No. 1 Th. 2004 tentang perbendaharaan negara
o UU No. 15 Th. 2004 Tentang
Pemeriksaan, Pengelolaan, Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
Produk hukum yang
mendasari pengelolaan keuangan negara/daerah selengkapnya sebagai berikut:
a. .UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;"
b. .UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;"
c. .UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara;"
d. .UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;"
e. .UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah;"
f. . PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum;"
g. .PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;"
h. . PP No.
58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;"
i. . PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja
Instansi Pemerintah."
Tiga undang-undang pertama dikenal sebagai paket undang-undang di bidang keuangan negara menggantikan peraturan peninggalan jaman kolonial yang masih digunakan sebelumnya.
Posting Komentar untuk "SEJARAH KEUANGAN NEGARA INDONESIA (Administrasi Keuangan Publik)"
Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya