Teori Ilmu Administrasi (Jelaskan Mengenai Teori Administrasi Publik)
Teori Ilmu Administrasi (Jelaskan Mengenai Teori Administrasi Publik)
NAMA : Nizar Subqi Hamza
NIM :
21601091151
JURUSAN :
Administrasi Negara
MATA KULIAH : Teori Ilmu Administrasi (UAS)
DOSEN :
Dr. Sunariyanto, S.Sos.,MM
SEMESTER :
II
1.
Jelaskan Mengenai Teori Administrasi Publik?
Administrasi
Publik yaitu sebagai suatu proses menjalankan keputusan/kebijakan untuk
kepentingan negara, warga masyarakat. Terdapat pengertian yang singkat,
administrasi publik merupakan metode pemerintahan negara (proses politik)
administration of publik, for public dan by public. Dengan demikian
administrasi publik merupakan proses pemerintahan publik, untuk publik dan oleh
publik.
Paradigma-paradigma
dalam Administrasi Publik
Paradigma adalah teori dasar atau cara pandang yang
fundamental, dilandasi nilai-nilai tertentu, dan berisikan teori pokok, konsep,
metodologi atau cara pendekatan yang dapat dipergunakan para teoritisi dan
praktisi dalam menanggapi sesuatu permasalahan baik dalam pengembangan ilmu
maupun kemajuan hidup. Dalam ilmu administrasi publik terdapat beberapa
paradigma antara lain:
1. Paradigma
dikotomi politik dan administrasi negara. Fokusnya terbatas pada masalah-masalah organisasi dan penyusunan anggaran dalam birokrasi
pemerintahan, politik dan kebijakan merupakan substansi ilmu politik. Tokoh-tokohnya
Frank J Goodnow dan Leonard D. White.
2. Paradigma
Prinsip-prinsip administrasi. Locusnya kurang dipentingkan. Fokusnya adalah “prinsip-prinsip” manajerial yang
dipandang berlaku universal pada setiap bentuk organisasi dan lingkungan
budaya. Tokohnya adalah Gulick dan Urwick, F.W. Taylor, Henry Fayol, Mary
Parker Follet, dan Willooghby.
3. Paradigma
administrasi negara sebagai ilmu politik. Administrasi negara kembali menjadi
bagian dari ilmu politik. Pelaksanaan prinsip-prinsip administrasi sangat dipengaruhi
oleh berbagai macam faktor lingkunga, jadi tidak “value free” (bebas nilai).
Tokoh pardigma ini adalah Nicholas Henry.
4. Paradigma
administrasi negara sebagai ilmu administrasi. Administrasi tetap menggunakan
prinsip administrasi yang dipengaruhi berbagai faktor, oleh karena itu dalam
paradigma ini mengembangkan adanya pemahaman sosial psikologi, dan
analisis sistem untuk melengkapi. Tokoh paradigma ini adalah Henderson,
Thompson, Caldwen.
Teori
dalam Administrasi Publik
Teori adalah rangkaian ide mengenai bagaimana dua
variabel atau lebih berhubungan. Terdapat beberapa kelompok teori dalam
administrasi negara, antara lain:
1)
Teori deskriptif eksplanatif, merupakan teori yang
bersifat memberi penjelasan secara abstrak realitas administrasi negara. Misalnya
teori yang menjelaskan tentang ketidakmampuan administrative.
2)
Teori normatif, yaitu teori yang bertujuan menjelaskan
situasi masa mendatang, idealnya dari suatu kondisi. Misalnya teori tentang
kepemimpinan ideal masa depan.
3)
Teori Asumtif, yaitu terori-teori yang menekankan pada
prakondisi, anggapan adanya suatu realitas sosial dibalik teori atau proposisi.
Misalnya Teori X dan Y dari McGregor yang menyakan manusia mempunyai kemampuan
baik (Y) dan kurang baik (X).
4)
Teori Instrumental, yaitu teori-teori yang memfokuskan
pada “bagaimana dan kapan”, lebih pada penerapan atau aplikasi dari teori.
Misalnya teori tentang kebijakan, bagaimana kebijakan dijalankan dan kapan
waktunya.
Isu-Isu Penting dalam Ilmu Administrasi
Publik
Ada
beberapa isu atau permasalahan penting yang sering dibahas dalam ilmu administrasi publik antara lain :
1) Pelayanan public
Administrasi
publik sebagai proses administrasi for publik, pada hakekatnya adalah memberi
pelayanan publik. Hal ini sejalan dengan demokrasi yang mana masyarakat
mempunyai hak yang sama untuk menerima pelayanan dari pemerintah. Dalam masalah
ini yang terpenting adalah bagaimana pemerintah/negara memberikan pelayanan
yang baik, cepat dan berkualitas kepada seluruh warga masyarakat.
2) Motivasi
Pelayanan Publik
Dalam
masalah ini isu terpenting adalah membahas motivasi seperti apa yang dimiliki
oleh administrator dalam memberikan pelayanan publik. Ada yang berdasarkan
norma, rasional dan perasaan.
3) Maladministrasi
Maladministrasi
merupakan kesalahan dalam praktekt administrasi. Pembahasan teori administrasi
publik juga akan membahas masalah kesalahan-kesalahan tersebut sebagai kajian
utama, seperti lambannya birokrasi, rutinitas dan formalitas pelayanan.
4) Etika
Administrasi Publik
Masalah
penting lainnya dalam administrasi publik adalah etika administrasi. Dalam hal
ini yang menjadi sorotan adalah nilai baik dan buruk. Apakah pelayanan atau
prosedur administrasi publik dinilai baik atau buruk oleh masyarakat. Dalam hal
ini termasuk korupsi menjadi bahasan utama.
5) Kinerja dan
Efektivitas
Seringkali masalah kinerja dan efektivitas menjadi isu
sentral dari administrasi publik. Hal tersebut dipahami karena administrasi
sebagai proses mencapai tujuan, maka persoalan pencapaian dan dan cara mencapai
tersebut menjadi penting. Oleh karena itu bagaimana cara kerja (kinerja) yang
dijalankan apakah sudah baik sehingga tujuan dapat tercapai (efektif).
6) Akuntabilitas
Publik
Administrasi publik yang dijalankan oleh pemerintah
harus bisa
dipertanggungjawabkan kepada
seluruh warga. Ada kewajiban untuk melakukan pekerjaan yang dapat dikontrol,
diawasi dan dipertanggungjawabkan kepada warga/publik.
2.
Jelaskan Mengenai Etika Administrasi Publik ?
Dalam lingkup pelayanan publik, Etika
administrasi publik (Pasolong, 2007 :193) diartikan sebagai filsafat dan
professional standar (kode etik) atau right rules of conduct (aturan
berperilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik
atau administrasi publik. Dapat disimpulkan bahwa etika administrasi publik
adalah aturan atau standar pengelolaan, arahan moral bagi anggota organisasi
atau pekerjaan manajemen ; aturan atau standar pengelolaan yang merupakan
arahan moral bagi administrator publik dalam melaksanakan tugasnya melayani
masyarakat. Aturan atau standar dalam etika administrasi negara tersebut
terkait dengan kepegawaian, perbekalan, keuangan, ketatausahaan, dan hubungan
masyarakat.
Urgensi Etika Administrasi Publik
Pentingnya etika administrasi publik tersebut adalah sebagai berikut
(Henry, 1995: 400). Alasan pertama adalah adanya public
interest atau kepentingan publik yang harus dipenuhi oleh pemerintah karena
pemerintahlah yang memiliki tanggung jawab. Dalam memberikan pelayanan ini
pemerintah diharapkan secara profesional melaksanakannya, dan harus mengambil
keputusan politik secara tepat mengenai siapa mendapat apa, berapa banyak, di
mana, kapan, dan sebagainya. Padahal, kenyataan menunjukkan bahwa pemerintah
tidak memiliki tuntunan atau pegangan
kode etik atau moral secara memadai. Asumsi bahwa semua aparat pemerintah
adalah pihak yang telah teruji pasti selalu membela kepentingan publik atau
masyarakatnya, tidak selamanya benar. Banyak kasus membuktikan bahwa
kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, partai dan bahkan struktur yang lebih
tinggi justru mendikte perilaku seorang birokrat atau aparat pemerintahan. Birokrat dalam hal ini tidak
memiliki “independensi” dalam bertindak etis, atau dengan kata lain, tidak ada
“otonomi dalam beretika”.
Alasan kedua lebih berkenaan dengan lingkungan di dalam birokrasi yang
memberikan pelayanan itu sendiri. Alasan
ketiga berkenaan dengan karakteristik masyarakat publik yang
terkadang begitu variatif sehingga membutuhkan perlakuan khusus. Mempekerjakan
pegawai negeri dengan menggunakan prinsip “kesesuaian antara orang dengan pekerjaannya” merupakan
prinsip yang perlu dipertanyakan secara etis, karena prinsip itu akan
menghasilkan ketidakadilan, di mana calon yang dipekerjakan hanya berasal dari
daerah tertentu yang relatif lebih maju.
Alasan keempat adalah peluang untuk melakukan tindakan yang bertentangan
dengan etika yang berlaku dalam pemberian pelayanan publik sangat besar.
Pelayanan publik tidak sesederhana sebagaimana dibayangkan, atau dengan kata
lain begitu kompleksitas sifatnya baik berkenaan dengan nilai pemberian
pelayanan itu sendiri maupun mengenai cara terbaik pemberian pelayanan publik
itu sendiri. Kompleksitas dan ketiakmenentuan ini mendorong pemberi pelayanan
publik mengambil langkah-langkah profesional yang didasarkan kepada
“keleluasaan bertindak” (discretion).
Dan keleluasaan inilah yang sering menjerumuskan pemberi
pelayanan publik atau
aparat pemerintah untuk bertindak
tidak sesuai dengan kode etik atau tuntunan perilaku yang ada.
Perkembangan Etika Administrasi Publik
Terbentuknya etika administrasi publik tidak terlepas dari kondisi yang ada
di dalam masyarakat yang bersangkutan, sesuai dengan aturan, norma, kebiasaan
atau budaya di tengah-tengah masyarakat dalam suatu komunitas tertentu.
Nilai-nilai yang ada dan berkembang di dalam masyarakat mewarnai sikap dan
perilaku yang nantinya dipandang etis atau tidak etis dalam penyelenggaraan
fungsi-fungsi pemerintahan yang merupakan bagian dari fungsi aparat birokrasi
itu sendiri.
Munculnya etika sebagai suatu pedoman bertingkah
laku dapat terbentuk dalam dua macam proses, yaitu :
1. Secara alamiah terbentuk dari dalam
(internal) diri manusia karena pemahaman dan keyakinan
terhadap suatu nilai-nilai tertentu (khususnya agama / religi).
2. Diciptakan oleh aturan-aturan eksternal yang disepakati secara
kolektif, misalnya sumpah jabatan, disiplin, dan sebagainya. Sumpah
jabatan dan peraturan disiplin PNS, pada gilirannya akan membentuk etika
birokrasi. Sedangkan kasus Singapura menunjukkan bahwa etika berdisiplin
(antri, membuang sampah) dibentuk oleh
denda yang sangat besar bagi pelanggarnya.
Sementara itu, implementasi etika sebagai suatu
pedoman bertingkah laku juga dapat dikelompokkan menjadi dua aspek, yakni
internal (kedalam) dan eksternal (keluar). Dari aspek ‘kedalam’,
seseorang akan selalu bertingkah laku baik meskipun tidak ada orang lain
disekitarnya. Dalam hal ini, etika lebih dimaknakan
sebagai moral. Sedangkan dalam aspek
‘keluar’, implementasi Etika akan berbentuk sikap/perbuatan/perilaku yang
baik dalam kaitan interaksi dengan orang / pihak lain.
Landasan Etika Administrasi Publik
Terdapat beberapa landasan etika
dalam menentukan baik dan buruk. Di antaranya adalah aliran
sosialisme, hedonisme, intuisisme, utilitarianisme, vitalisme, religiousisme,
dan evoulusisme.
1.
Aliran
sosialisme ;
Menurut
aliran ini baik dan buruk ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku dan
dipegang teguh oleh masyarakat. Orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada
adat dipandang baik, dan orang yang menentang dan tidak mengikuti adat istiadat
dipandang buruk, dan kalau perlu dihukum secara adat.
2. Aliran hedonisme ; (Hedone = perasaan
akan kesenangan)
Perbuatan yang dianggap baik adalah yang mendatangkan
kesenangan, kenikmatan atau rasa puas kepada manusia. Inti dari paham ini yaitu perbutan yang baik adalah perbuatan yang banyak
mendatangkan kelezatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu biologis. Aliran ini
tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan melainkan ada pula
yang mendatangkan kepedihan, dan apabila ia disuruh memilih manakah perbuatan
yang harus dilakukan, maka yang dilakukan adalah mendatangkan kelezatan.
3.
Aliran
intuisisme ;
Paham ini
berpendapat bahwa pada setiap manusia mempunyai kekuatan insting batin yang
dapat membedakan baik dan buruk dengan sekilas pandang. Kekuatan batin ini
terkadang berbeda refleksinya, karena pengaruh masa dan lingkungan, akan tetapi
ia dasarnya tetap sama dan berakar pada tubuh manusia. Apabila ia melihat
sesuatu perbuatan, ia mendapat semacam ilham yang dapat memberi tahu nilai
perbuatan itu, lalu menetapkan hukum baik dan buruknya.
4. Aliran
utilitarianisme ;
Secara harfiah utilis berarti berguna. Perbuatan yang dianggap baik secara
susila ialah “guna / manfaat”. Penganjut utamanya adalah Jeremy Bentham yang mengatakan bahwa the
greatest happiness of the greatest number, dan John Stuart Mill. Menurut paham ini bahwa yang baik
adalah yang berguna. Jika ukuran ini berlaku bagi perorangan, disebut
individual, dan jika berlaku bagi masyarakat dan negara disebut sosial. Sempalan dari ajaran ini
antara lain adalah aliran pragmatisme, empirisme,
positivisme, dan neo positivisme (scientisme).
5.
Aliran
vitalisme ;
Menurut
paham ini yang baik ialah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang lemah dianggap
sebagai yang baik. Paham ini lebih lanjut cenderung pada sikap binatang, dan
berlaku hukum siapa yang kuat dan manag itulah yang baik.
6.
Aliran
religiusisme ;
Menurut paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan,
sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak
Tuhan. Dalam paham ini keyakinan teologis, yakni keimanan kepada Tuhan sangat
memegang peranan penting, karena tidak mungkin orang mau berbuat sesuai dengan
kehendak Tuhan, jika yang bersangkutan tidak beriman kepada-Nya.
7.
Aliran
evoulusisme ;
Mereka yang
mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini
mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju kesempurnaanya.
Pendapat seperti ini bukan hanya berlaku pada benda-benda yang tampak, seperti
binatang, manusia, dan tumbuh-tumbuhan, tetapi juga benda yang tak dapat
dilihat atau diraba oleh indera, seperti akhlak dan moral.
8. Aliran-aliran
lainnya : (a) Humanisme, (b) Liberalisme, (c) Individualisme, dan (d) Idealisme;
dari bahasa Inggris yaitu Idealism dan kadang juga dipakai istilahnya mentalisme
atau imaterialism. Pengertian idealisme di antaranya
adalah adanya suatu teori bahwa alam semesta beserta isinya adalah suatu
penjelmaan pikiran; untuk menyatakan eksistensi realitas, tergantung pada suatu
pikiran dan aktivitas-aktivitas pikiran.
Penerapan Etika
Administrasi Publik
Etika administrasi publik dapat
digunakan sebagai rujukan atau referensi bagi para birokrasi publik dalam
melaksanakan tugas dan kewenangannya yaitu American
Society for Administration (ASPA).
1. Pelayanan
kepada masyarakat yaitu pelayanan di atas pelayanan kepada diri sendiri;
2. Rakyat yang
berdaulat dan mereka yang bekerja dalam instansi pemerintah dan pada akhirnya
bertanggung jawab kepada rakyat
3. Hukum mengatur
semua tindakan dari instansi pemerintah
4. Manajemen yang
efektif dan efisien merupakan dasar bagi birokrasi
5. Sistem
penilaian kecakapan, kesempatan yang sama, dan asas-asas iktikad baik akan
didukung, dijalankan dan dikembangkan
6. Perlindungan
terhadap kepercayaan rakyat sangat penting, konflik kepentingan, penyuapan,
hadiah, atau faviritisme yang merendahkan jabatan publik untuk kepentingan
pribadi tidak diterima
7. Pelayanan
kepada masyarakat menuntut kepekaan khusus dengan ciri-ciri sifat keadilan,
keberanian, kejujuran, persamaan, kompetensi dan kasih sayang
8. Hati nurani
memegang peranan penting dalam memilih arah tindakan
9. Para
administrator publik tidak hanya terlibat untuk mencegah hal yang tidak etis,
tetapi juga untuk mengusahakan hal yang etis melalui pelaksanaan tanggung jawab
dengan penuh semangat dan tepat pada waktunya.
3.
Jelaskan Mengenai Korupsi Birokrasi?
Peluang terbesar terjadinya korupsi ada di birokrasi
sebagai organisasi publik penyelenggara pemerintahan dan pelayanan publik
sehari-hari. Birokrasi sebagai salah satu ciri dari masyarakat modern tidak
dapat di elakkan lagi pasti muncul dalam proses pembangunan. Faktor-faktor
pendorong dari timbulnya birokrasi ini antara lain semakin bertambah banyaknya
tuntutan-tuntutan baru sebagai akibat proses pembangunan yang berlangsung,
peningkatan peranan pemerintah sebagai leading
actor dalam pembangunan, serta pemanfaatan teknologi baru dalam
bidang-bidang dan sektor pembangunan.
Berkembangnya birokrasi di kebanyakan negara telah
memegang peranan penting, karena pemerintah berperan sebagai pusat seluruh
kegiatan kenegaraan dan pembangunan. Sedangkan birokrasi adalah pelaksana dari
keputusan dan program-program yang dicangkan pemerintah. Jadi birokrasi pada
dasarnya merupakan alat untuk meningkatkan efisiensi dan peningkatan
efektifitas dan peningkatan efektifitas pencapaian tujuan, tapi kenyataan yang
terjadi di kebanyakan negara sedang berkembang justru sebaliknya, yaitu inefisiensi,
pemborosan dan kebocoran dan yang paling menyolok adalah kasus korupsi.
Pemerintah yang bersih saat ini menjadi prasyarat
mendasar bagi kelangsungan hidup suatu negara. Era liberalisasi ekonomi yang
ditandai dengan tingkat kompetisi tinggi antara negara menurut kesiapan sumber
daya dan perangkat kelembagaan dan hukum yang mendukung pasar yang sehat.
Karena itu pemberantasan korupsi menjadi keharusan jika suatu negara ingin
survive dan diperhitungkan dalam kancah tatanan ekonomi politik internasional.
Dilihat dari data tranparancy international tentang
daftar negara paling korup tahun 2001 menyebutkan indonesia di peringkat 96
dari 102 negara yang disurvei dengan nilai 1,9 (skor terbersih 10). Tahun 2002,
indonesia menduduki posisi ke-4. Data serupa terbaru tahun 2003 yang
dikeluarkan lembaga yang sama bahwa indonesia berada di urutan ke-6 terkorup
dari 133 negara yang di survei dengan nilai tetap sama yakni 1,9 , kompas, 25
oktober 2005.
Faktor-faktor
penyebab korupsi dan pengertian korupsi menurut :
·
Mohtar Mas’oed (1994) yaitu perilaku yang menyimpang dari
kewajiban formal suatu jabatan publik karena kehendak untuk memperoleh
keuntungan ekonomis atau status bagi diri sendiri, keluarga dekat atau klik.
·
Alfiler (1996) yaitu suatu perilaku yang dirancang yang
sesungguhnya merupakan suatu perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang
diharapkan yang sengaja dilakukan untuk mendapatkan imbalan meterial atau
penghargaan lainnya. Korupsi birokari terjadi dalam konteks sosial, utamanya
dalam organisasi (Publik), yang merupakan sumber otoritas atau kewenangan
(dikreasi) pegawai negeri.
Faktor penyebab korupsi pada dasarnya dapat dikelompokkan
menjadi penyebab kultural, struktural dan individual. Salah satu faktor
penyebab kultural yang banyak digunakan untuk memahami kasus korupsi di negara
sedang bekembang adalah faktor budaya politik setempat. Birokrasi di indonesia
menunjukkan ciri-ciri campuran antara birokrasi federal yang merupakan ciri
dari pemerintahan kerajaan dan birokrasi rasional yang diperkenalkan ke
indonesia oleh pemerintah kolonial belanda. Birokrasi yang merupakan campuran
antara unsur-unsur birokrasi barat dan unsur-unsur yang bersumber dari budaya
politik kerjaan oleh Max Weber diistilahkan sebagai Birokrasi Patrimonial. (Max
Weber : 1978).
Faktor budaya lainnya yang mendorong timbulnya korupsi
yaitu adanya tradisi pemberian hadiah kepada pejabat pemerintah dan pentingnya
ikatan keluarga dalam budaya masyarakat negara sedang berkembang. Di Eropa dan
Amerika Utara pemberian hadiah dianggap korupsi, tetapi dikebanyakan negara
Asia tidak. Bahkan pemberian seperti ini bisa dianggap sebagai bentuk pemenuhan
kewajiban kawula kepada gustinya. Selain itu dalam masyarakat seperti
indonesia, kewajibab seseorang pertama-tama adalah memperhatikan saudara terdekatnya,
kemudian sesama etniknya. Sehingga seorang saudara yang mendatangi seorang
pejabat untuk minta perlakuan khusus sulit untuk di tolah. Penolakan bisa
diartikan sebagai pengingkaran terhadap kewajiban tradisional. Tetapi menuruti
permintaan berarti mengingkari norma-norma hukum formal yang berlaku, yaitu
hukum barat. Sehingga selalu terjadi konflik nilai, yaitu antara pertimbangan
kepentingan keluarga atau kepentingan publik (Mochtar Mas’oed, 1994).
Menurut Alfier Faktor penyebab korupsi lainnya yang
sangat menentukan yaitu faktor individual merupakan rendahnya moral dan
integritas pegawai dan para pemimpin kunci. Faktor individual ini menurut Syed
Husein Alatas, lebih cocok untuk konteks Asia daripada faktor struktur. “jika
kita perhatikan pada pemerintah indonesia bukanlah Undang-Undang dan Peraturan
yang tidak ada melainkan faktor-faktor yang ada diluar struktur pemerintahan.
Jika orang-orang yang korup menguasai pemerintahan yang apapun.
Posting Komentar untuk "Teori Ilmu Administrasi (Jelaskan Mengenai Teori Administrasi Publik)"
Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya